Oleh : Asep Sutisna
" Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (Q.S An Nahl. 16 : 90)
Alkisah, Raja Salomo dihadapkan pada suatu perkara yang rumit. Seorang bayi sedang diperebutkan dua orang ibu. Mereka masing-masing mengaku sebagai ibu kandung bayi tersebut dan oleh karena itu berhak atasnya. Hakim-hakim seluruh negeri sudah angkat tangan dan kehilangan pegangan dalam memberikan keputusan. Maklum saja, saat itu belum ada teknologi uji DNA.
Raja bersungut-sungut, tapi tetap saja ia berpikir. Sejenak kemudian, tiba-tiba raja menghunus pedangnya dan berseru, "Kalau begitu, mari kita bikin keputusan yang adil! Aku akan membelah bayi ini menjadi dua bagian yang sama, sehingga kalian masing-masing akan memperoleh separuhnya!"
Ibu gadungan bersorak kegirangan, "Hidup Raja Salomo yang adil!" Sedangkan ibu kandung bayi itu langsung memucat wajahnya, lalu buru-buru bersimpuh ke kaki Sang Raja memohon dengan pilu. "Ampun Tuanku Baginda Raja, hamba ikhlaskan putra hamba diserahkan kepada ibu itu seutuhnya. Janganlah Tuanku memainkan pedang ...."
Raja Salomo terharu, dan tiba-tiba saja tertawa, "Ha ... ha ... ha ..., aku sudah mendapatkan keputusan." Kedua ibu itu terbengong-bengong dan harap-harap cemas. "Aku tetapkan, kaulah wanita mulia, ibu kandung bayi ini!" Raja Salomo menyerahkan sang bayi kepada ibu yang berlutut di hadapannya. Legalah sang ibu kandung itu.
Dari kisah yang diceritakan oleh Lie Charlie diatas dapat dipahami bahwa sang Raja adalah orang yang bijaksana sehingga dengan kebijaksanaannya bisa menghasilkan suatu keputusan yang adil, jelaslah sudah dengan pendekatan bahasa ternyata makna adil tidak sama dengan makna bijaksana walau tidak bisa dikatakan bertolak belakang, namun alangkah bijaksananya kalau dikatakan bijaksana itu adalah perangkat dan penyempurna dari kata adil itu sendiri.
Dengan sederhana kita bisa menemukan contoh, misalnya seorang ayah memiliki uang sepuluh ribu bisa dikatakan adil jika uang tersebut dibagi dua dan masing masing mendapatkan lima ribu, namun lain halnya jika kedua orang anaknya itu berbeda usia, satu 7 tahun dan satunya lagi 19 tahun, tentunya kebutuhan satu sama lainnya berbeda dan dengan bijaksananya sang ayah membagi si kecil mendapat tiga ribu dan ABGnya mendapat tujuh ribu.
Dari contoh tersebut jelaslah sudah, ketika makna adil itu sama rata dan sama banyak, maka akan sangat berbeda maknanya dengan bijaksana dalam artian bahwa kecenderungan kita dalam memaknainya, dan memang kasus kecil seperti ini sering ditemukan dalam keseharian, di rumah seorang suami yang memiliki istri lebih dari satu, di kantor seorang kepala staf yang membawahi beberapa stafnya, di sekolah seorang guru yang mengajar banyak murid dan lain lain akan berhadapan dengan tuntutan berbuat adil yang sama rata dan sama banyak walau pada dasarnya itu tidak bijaksana.
Berbicara adil dan bijaksan adalah gambaran dari sikap seorang pemimpin atau pribadi-pribadi yang pada dasarnya seorang pemimpin juga, hadis riwayat Ibnu Umar RA.: Dari Nabi SAW. bahwa beliau bersabda: "Ketahuilah! Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin. Seorang raja yang memimpin rakyat adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap mereka. Seorang istri juga pemimpin bagi rumah tangga serta anak suaminya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Ingatlah! Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya"
Untuk itu berbuatlah dan putuskanlah sesuatu itu dengan seadil-adilnya dan pertimbangkanlah itu semua dengan sebijaksana mungkin, insyaallah anda telah bertanggung jawab terhadap diri sendiri, sesama dan terhadap Yang Kuasa. Semoga kita semua menjadi pribadi-pribadi yang adil dan bijaksana, amien…
Namun, sebelum saya akhiri (untuk keadilan saja) saya ingin mengatakan bahwa belakangan ini, apa-apa yang digolongkan bijaksana ternyata lebih sering berpretensi negatif. Tidak percaya? Kalau ada orang yang mendatangi Anda dan berkata, "Minta kebijaksanaan dong Pak/Bu, supaya ada uang kebijaksanaan gitu ...." Positifkah niatnya? Belum tentu, karena seorang yang adil nan bijaksana akan menilai perkataan ini dengan adil dan bijak juga dan akan memikirkan subyektif dan objektifnya antara haq dan kewajiban orang tersebut secara seimbang.
Dan surat an Nahl diatas Allah SWT. memerintahkan kepada kita untuk berlaku adil serta diikuti dengan berbuat kebaikan dan memberi kepada saudara-saudara kita, intinya seorang yang adil itu akan dihiasi oleh perilaku selanjutnya yaitu perbuatan yang baik-baik. seperti bijaksana adalah bagian darinya. wallahu'alam bisshawwab…
Nomor 01/Edisi I/Tahun II
15 Sya'ban 1427 H/ 08 September 2006 M.
No comments:
Post a Comment