Friday, September 29, 2006

Hikmah Puasa Ramadhan

Oleh: Med Hatta
Sebagian hikmah puasa bisa dilihat dalam firman Allah yang artinya: "Agar kalian bertakwa."

Takwa adalah buah yang diharapkan dan dihasilkan oleh puasa. Buah tersebut akan menjadi bekal orang beriman dan perisai baginya agar tidak terjatuh dalam jurang kemaksiatan. Seorang ulama sufi pernah berkata tentang pengaruh takwa bagi kehidupan seorang muslim; “Dengan bertakwa, para kekasih Allah akan terlindungi dari perbuatan yang tercela, dalam hatinya diliputi rasa takut kepada Allah sehingga senantiasa terjaga dari perbuatan dosa, pada malam hari mengisi waktu dengan kegiatan beribadah, lebih suka menahan kesusahan daripada mencari hiburan, rela merasakan lapar dan haus, merasa dekat dengan ajal sehingga mendorongnya untuk memperbanyak amal kebajikan". Takwa merupakan kombinasi kebijakan dan pengetahuan, serta gabungan antara perkataan dan perbuatan.

Puasa Ramadhan akan membersihkan rohani kita dengan menanamkan perasaan kesabaran, kasih sayang, pemurah, berkata benar, ikhlas, disiplin, terhindar dari sifat tamak dan rakus, percaya pada diri sendiri dan sebagainya.

Meskipun makanan dan minuman itu halal, kita menahan diri untuk tidak makan dan minum dari semenjak fajar hingga terbenamnya matahari, karena mematuhi perintah Allah. Begitu juga isteri kita sendiri, kita tidak mencampurinya ketika masa berpuasa demi mematuhi perintah Allah SWT.

Ayat puasa itu dimulai dengan firman Allah: "Wahai orang-orang yang beriman" dan diakhiri dengan: "Mudah-mudahan kamu menjadi orang yang bertakwa". Jadi jelaslah bagi kita bahwa puasa Ramadhan berdasarkan keimanan dan ketakwaan. Untuk menjadi orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah kita diberi kesempatan selama bulan Ramadhan: melatih diri dari menahan hawa nafsu, makan dan minum, mencampuri isteri, menahan diri dari perkataan dan perbuatan yang sia-sia seperti berkata bohong, membuat fitnah dan tipu daya, merasa dengki dan khianat, memecah belah persatuan umat, dan berbagai perbuatan jahat lainnya. Rasullah SAW bersabda:"Bukanlah puasa itu hanya sekedar menghentikan makan dan minum tetapi puasa itu ialah menghentikan omong kosong dan kata-kata kotor." (HR. Ibnu Khuzaimah).

Beruntunglah mereka yang dapat berpuasa selama bulan Ramadhan, karena puasa itu bukan saja dapat membersihkan ruhani manusia, tapi juga akan membersihkan jasmani manusia itu sendiri, puasa sebagai alat penyembuh yang baik. Semua alat pada tubuh kita senantiasa digunakan, boleh dikatakan alat-alat itu tidak pernah istirahat selama 24 jam. Alhamdulillah dengan berpuasa kita dapat mengistirahatkan alat pencernaan lebih kurang selama 12 jam setiap harinya. Oleh karena itu dengan berpuasa, organ dalam tubuh kita dapat bekerja dengan lebih teratur dan efektif.

Perlu diingat, ibadah puasa Ramadhan akan membawa faedah bagi kesehatan ruhani dan jasmani kita apabila dilaksanakan sesuai dengan panduan yang telah ditetapkan, jika tidak, maka hasilnya tidak seberapa malah mungkin ibadah puasa kita sia-sia belaka.

Allah SWT berfirman "Makan dan minumlah kamu dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al-A'raf:31)

Nabi SAW juga bersabda "Kita ini adalah kaum yang makan apabila merasakan lapar, dan makan dengan secukupnya (tidak kenyang)."

Tubuh kita memerlukan makanan yang bergizi sesuai keperluan tubuh kita. Jika kita makan berlebih-lebihan sudah tentu ia akan membawa mudarat kepada kesehatan kita. Bisa menyebabkan badan menjadi gemuk, efek lainnya adalah mengakibatkan sakit jantung, darah tinggi, penyakit kencing manis, dan berbagai penyakit lainnya. Dengan demikian maka puasa bisa dijadikan sebagai media diet yang paling ampuh dan praktis.

Puasa tidak diwajibkan sepanjang tahun, juga tidak dalam waktu yang sebentar melainkan pada hari-hari yang terbatas, yaitu hari-hari bulan Ramadan, dari mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Karena, jika puasa diwajibkan secara terus menerus sepanjang tahun atau sehari semalam tanpa henti, tentu akan memberatkan. Begitu juga jika hanya untuk waktu separuh hari, tentu tak akan memiliki pengaruh apa-apa, akan tetapi puasa diwajibkan untuk waktu sepanjang hari mulai dari terbit fajar hingga matahari terbenam, dan dalam hari-hari yang telah ditentukan.

Selain keringanan dalam masalah waktu, Allah juga membuktikan kasih sayang-Nya kepada hamba dengan memberikan keringanan-keringanan yang lain, di antaranya kepada: orang sakit (yang membahayakan dirinya jika berpuasa) dan orang yang menempuh perjalanan jauh (yang memberatkan dirinya jika melaksanakan puasa) diperbolehkan untuk berbuka dan menggantinya pada hari yang lain, sesuai dengan jumlah puasa yang ia tinggalkan.

Dengan kalam-Nya Allah telah menegaskan kepada manusia, keutamaan puasa di bulan suci Ramadhan sebagai bulan keberkahan, dimana Allah memberikan nikmat sekaligus mukjizat yang begitu agung kepada hamba-Nya berupa turunnya Al-Qur'an.

Ayat-ayat Al-Qur'an juga menjelaskan betapa Tuhan begitu dekat dengan hambanya, Ia selalu menjawab do'a mereka di mana dan kapan pun mereka berada, tidak ada pemisah antara keduanya. Maka sudah selayaknya bagi seorang muslim, untuk selalu berdo'a, memohon ampunan kepada Tuhannya, beribadah dengan tulus-ikhlas, beriman, dan tidak menyekutukan-Nya, dengan harapan Allah akan mengabulkan semua do'a dan permintaannya.

Diriwayatkan bahwa sekumpulan orang pedalaman bertanya kepada Nabi SAW : "Wahai Muhammad! Apakah Tuhan kita dekat, sehingga kami bermunajat (mengadu dan berdoa dalam kelirihan) kepada-Nya, ataukah Ia jauh sehingga kami menyeru (mengadu dan berdoa dengan suara lantang) kepada-Nya?" Maka turunlah ayat: "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. (QS. Al-Baqarah/2: 186)

Allah telah memberikan beberapa pengecualian bagi umat Muhammad dalam menjalankan ibadah puasa, seperti dibolehkannya seorang suami untuk memberikan nafkah batin kepada isterinya pada malam bulan Ramadhan, kecuali pada waktu I'tikaf di masjid, karena waktu tersebut adalah waktu di mana manusia seharusnya mendekatkan diri kepada Allah tanpa disibukkan dengan perkara yang lain.

Diantara hikmah puasa yang dapat dicatat juga adalah sebagai wijaa, perisai atau pelindung:
Rasulullah SAW menyuruh orang yang kuat "syahwatnya" dan belum mampu untuk menikah agar berpuasa, menjadikannya sebagai wijaa (memutuskan syahwat jiwa) bagi syahwat ini, karena puasa eksistensi dan subtansialnya adalah menahan dan menenangkan dorongan kuatnya anggota badan hingga bisa terkontrol serta seluruh kekuatan (dorongan dari dalam) sampai bisa taat dan dibelenggu dengan belenggu puasa. Telah jelas bahwa puasa memiliki pengaruh yang menakjubkan dalam menjaga anggota badan yang nyata/dhahir dan kekuatan bathin. Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda "Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu ba'ah (mampu menikah dengan berbagai persiapannya) hendaklah menikah, karena menikah lebih menundukkan pandangan, dan lebih menjaga kehormatan. Barangsiapa yang belum mampu menikah, hendaklah puasa karena puasa merupakan wijaa' (pemutus syahwat) baginya". (HR. Bukhari 4/106 dan Muslim no. 1400 dari Ibnu Mas'ud).

Rasulullah SAW telah menjelaskan bahwa surga diliputi dengan perkara-perkara yang tidak disenangi (seperti menahan syahwat dsb), dan neraka diliputi dengan syahwat. Jika telah jelas demikian, sesungguhnya puasa itu menghancurkan syahwat, mematahkan tajamnya syahwat yang bisa mendekatkan seorang hamba ke neraka, puasa menghalangi orang yang berpuasa dari neraka. Oleh karena itu banyak hadits yang menegaskan bahwa puasa adalah benteng dari neraka, dan perisai yang menghalangi seseorang darinya.

Bersabda Rasulullah SAW "Tidaklah seorang hamba yang berpuasa di jalan Allah kecuali akan Allah jauhkan dia (karena puasanya) dari neraka sejauh tujuh puluh musim". (HR. Bukhari 6/35, Muslim 1153 dari Abu Sa'id Al-Khudry. Ada redaksi lain yaitu telah bersabda Rasulullah SAW : "tujuh puluh musim", yakni : perjalanan tujuh puluh tahun, demikian dijelaskan dalam kitab Fathul Bari 6/48).

Rasulullah SAW bersabda "Puasa adalah perisai, seorang hamba berperisai dengannya dari api neraka" (HR. Ahmad 3/241, 3/296 dari Jabir, Ahmad 4/22 dari Utsman bin Abil 'Ash. Ini adalah hadits shahih).

Dan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda "Barangsiapa yang berpuasa sehari di jalan Allah maka di antara dia dan neraka ada parit yang luasnya seperti antara langit dengan bumi".

Sebagian ulama telah memahami bahwa hadits-hadits tersebut merupakan penjelasan tentang keutamaan puasa ketika jihad dan berperang di jalan Allah. Namun dhahir/redaksi hadits ini mencakup semua puasa jika dilakukan dengan ikhlas karena mengharapkan ridha Allah SWT, ini sesuai dengan apa yang dijelaskan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam termasuk puasa di jalan Allah (seperti yang disebutkan dalam hadits ini).
itulah beberapa hikmah yang bisa dipetik selama ramadhan, semoga bermanfa'at. wallahu'alambisshawab.

Friday, September 22, 2006

Sebulan Penuh Mencari Jati Diri

Oleh : Syariful Hidayat

إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم

" Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri"

Dalam mengarungi kehidupan maya ini, kita sebagai makhluk yang paling sempurna dari yang lainnya, memerlukan suatu masa untuk menyegarkan sekaligus merenungkan untuk memulai dan menata kembali alur dan arah kehidupan kita yang sebenarnya. Hanya saja, keidealismean masing-masing manusia dapat menyatukan dan pada saat yang sama dapat pula menceraiberaikan jalur menuju arah yang sebenarnya sama. Karena, cara dan mekanisme manusia dalam mencari jati dirinya cenderung diluar rel kebenaran, baik disebabkan karena hadirnya masa penyegaran yang terlalu lama, atau karena terlupa atas khitah perjalanannya, Tak pelak, segala macam perkumpulan dan persatuan yang ditata rapi merupakan bukti nyata betapa keidealismean manusia itu terarah pada satu jalur yang sama.

Maka, dalam waktu yang relative singkat dan masih dalam hitungan jari, masa penyegaran dan perenungan sekaligus penyucian jati diri akan segera kita hadapi, akan kita lakoni dan bahkan akan segera kita nikmati, yaitu masa di mana pintu surga dibuka dan masa ditutupnya pintu neraka, serta masa yang tidak diberikan kepada setiap insan, tak lain ia adalah Ramadan.

Ramadan adalah momen berharga bagi setiap insan, bukan hanya untuk membersihkan harta lewat zakat fitrah (Q.S. Alan'am: 141), namun juga penggemblengan jiwa melalui puasa sebulan penuh untuk selanjutnya dijadikan sebagai penataan karakter jati diri manusia. Sebab betapa sifat-sifat tidak terpuji seperti emosi, mengumbar kejelekan orang, mencaci maki bawahan dan sifat kurang hormat pada orang lain terbina secara otomatis oleh keadaan perut lapar, lemah badan dan mulut kering dari makanan serta lingkungan yang bermerk RAMADAN.

Aroma Ramadan senantiasa akan kita hirup di waktu siang dan malam yang menandakan kerahmatan dan keberkahan tidak hanya bagi orang beriman, namun juga bagi mereka yang berada di lingkungan di mana syariat islam dijalankan. Di waktu siang tanpa kita pungkiri, ketika emosi dan amarah sedang membelenggu, lingkungan akan bilang, "Pak … Ramadan… Ramadan, tidak boleh marah". Sementara di waktu malam, komitmen untuk menepati waktu terus teraplikasikan, karena tanpa menepatinya, shubuh tiba, perut kosong tanpa dukungan (makanan).

Itulah lika liku kehidupan dalam rangka mendidik jiwa, raga dan harta.

Dalam masa pendidikan itu, raga dan harta tidak bisa menjadi andalan, karena sebesar apapun tubuh manusia, tidaklah mudah mempertahankan perut yang hidup tanpa dukungan, bahkan sekaya apapun, harta tidaklah mudah untuk membangunkanmu di malam yang bisu itu. Maka kehadiran jiwa atau jati diri menduduki pada posisi utama guna menjadikan hati, raga dan harga berada pada rotasi kesinambungan.

Nah, dalam menciptakan masa pendidikan berkesinambungan, hal utama yang perlu dicari adalah jati diri. Jati diri adalah kunci utama, sedang yang lainnya bias mengikutinya, tetapi, apakah jati diri itu dan bagaimana cara menemu-kenali jati diri? Itulah yang hendak disampaikan oleh Vatsyayana, penyusun buku Kamasutra. Melalui refleksi yang dilakukan atas momen-momen dalam kehidupannya yang diperkuat oleh berbagai pemahaman tentang pentingnya karakter dan jati diri dari berbagai bacaan, ia tiba pada suatu kesimpulan bahwa proses pembentukan dan pengembangan karakter pada hakikatnya adalah suatu kebutuhan bagi setiap pribadi manusia yang menyadari eksistensi kehidupannya.

Menurutnya, ada empat upaya untuk menemukan jati diri, pertama, adalah kama (keinginan), keinginan kuat, tunggal untuk menemukan jati diri. Sebagai manusia, kadang segala keinginan kita terdorong oleh hawa nafsu, nafsu untuk menguasai manusia lain, nafsu untuk mengumpulkan dan memiliki berbagai kekayaan dan nafsu untuk mencari serta memperistri wanita idaman. Nah solusi yang ditawarkannya adalah kita harus mengklarifikasi segala keinginan kita, menulisnya dalam satu buku keinginan, dan selanjutnya menyandingkannya pada ajaran agama, untuk dideteksi kehalalan dan keharamannya.

Kedua, artha (makna atau arti), temukan makna dan arti hidup dengan cara pertama, yaitu mengklarifikasi segala keinginan dalam satu buku keinginan, selanjutnya mencari makna dan arti sebuah kehidupan. Jika harta adalah hasilnya, maka carilah harta dengan hasil klarifikasi point pertama, yaitu harta yang didapat sesuai dengan ajaran agama. Dan jika wanita juga menjadi arti kehidupan bagi anda, maka carilah wanita dengan hasil spesifikasi point pertama, yaitu wanita yang direstui oleh agama. Sebab sesugguhnya, harta yang didapat dengan cara biadab, tidaklah ada rasa kepuasan untuk menikmatinya, dan sesungguhnya wanita yang memberi makna pada hidup kita ialah wanita yang yang direstui oleh agama.

Ketiga adalah dharma (kebajikan). Dalam bahasa sufi di sebut syariat, pedoman perilaku. Pedoman perilaku inilah yang selanjutnya membersihkan jiwa manusia dari kekotoran budi pekerti, itulah dharma, jangan berbuat baik hanya karena kita dijanjikan sebuah kapling disurga, itu bukan kebajikan, tapi perdangangan belaka, jual beli berbuat baik tiak pelu di paksa.

Keempat adalah moksha, kebebasan mutlak, kebebasan mutlak berarti "kebebasan dari" sekaligus "kebebasan untuk". Kita bebas dari segala ancaman atau gangguan, sebagaimana kita bebas untuk berekspresi dan berkreasi. Artinya, manusia sebagai kholifah tuhan di muka bumi ini, diberi kepercayaan untuk sebaik mungkin menata dan melindungi bumi ini dari segala kerusakan untuk dijadikan bumi yang bersahabat, bukan bumi yang keramat.

Kama, artha, dharma dan moksha harus bertemu dan titik temu keempat upaya itulah tujuah hidup, itulah jati diri kita, titik temu itu adalah antara pasangan yang berseberangan, jangan mempertemukan kama dengan artha, karena kedua titik itu masih segaris, pertemuan antara kama dan artha itulah yang selama ini terjadi, kita hanya berkeinginan untuk mengumpulkan uang, mencari keuntungan dan menambah kepemilikaan.

Kama harus bertemu dengan moksha, itulah titik di seberangnya, berkeinginan utk meraih kebebasan mutlak. Kemudian, artha harus bertemu dengan dharma, carilah harta sehingga anda dapat berbuat baik dan pat berbagi dengan mereka yang kekurangan.

Sekali lagi, pemantapan dan pencarian jati diri di bulan suci ini adalah modal pembentukan dan pengembangan karakter yang pada hakikatnya adalah suatu kebutuhan bagi setiap pribadi manusia yang menyadari eksistensi kehidupannya.

Maka, kinilah saatnya, satu-satunya kesempatan bagi kita untuk dapat menjadikan bulan Ramadan ini penuh dengan pencarian jati diri, Selamat berramadan ria.

Bacaan Setelah Tasyahud Akhir


اللهم أعني على ذكرك، وشكرك، وحسن عبادتك

Allahumma a’innii ‘alaa azikrika, wasyukrika, wahusni ‘ibaadatika.

Ya Allah, berilah pertolongan kepadaku untuk menyebut namaMu, syukur KepadaMu dan ibadah yang baik untukMu.

(HR. Abu Dawud 2/86 dan an Nasa’I 3/53)

Saturday, September 16, 2006

Menyambut Bulan Suci

Oleh: Mukhlas aL Bastami
Ubadah Bin Somit RA. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda pada suatu hari ketika Ramadhan hampir menjelang: "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, di mana Allah melimpah ruahkan di dalamnya dengan keberkatan, menurunkan rahmat, mengampuni dosa-dosa kamu, memakbulkan doa-doa kamu, melihat di atas perlumbaan kamu untuk memperolehi kebaikan yang besar dan berbangga mengenaimu di hadapan malaikat-malaikat. Maka tunjukkanlah kepada Allah Ta’ala kebaikan dari kamu. Sesungguhnya orang yang bernasib malang ialah dia yang dinafikan daripada rahmat Allah pada bulan ini."

Sebentar lagi bulan suci Ramadhan akan hadir kembali dalam kehidupan kita sehari-hari, dengan hanya berumur 29 atau 30 hari itu sangatlah rugi jika kita membiarkanya berlalu begitu saja tanpa ada sesuatu yang berarti dalam peningkatan kualitas keimanan dan amal kebaikan untuk bekal kita kelak di akhirat.


Ramadhan adalah bulan penyemangat, bulan yang mengisi kembali baterai jiwa setiap muslim. Ramadhan sebagai ”Shahrul Ibadah” (bulan ibadah) harus kita maknai dengan semangat pengamalan ibadah yang sempurna. Ramadhan sebagai “Shahrul Fat”' (bulan kemenangan) harus kita maknai dengan memenangkan kebaikan atas segala keburukan. Ramadhan sebagai "Shahrul Huda" (bulan petunjuk) harus kita implementasikan dengan semangat mengajak kepada jalan yang benar, kepada ajaran Al-Qur'an dan ajaran Nabi Muhammad SAW. Ramadhan sebagai "Shahrus-Salam" (bulan keselamatan) harus kita maknai dengan mempromosikan perdamaian dan keteduhan. Ramadhan sebagai “Shahrul-Jihad" (bulan perjuangan) harus kita realisasikan dengan perjuangan menentang kedzaliman dan ketidakadilan di muka bumi ini. Ramadhan sebagai "Shahrul Maghfirah" harus kita hiasi dengan meminta dan memberiakan ampunan.

Dalam Hadis lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA. bahawa Rasulullah SAW bersabda: "Umatku telah dikurniakan dengan lima perkara yang istimewa yang belum pernah diberikan kepada sesiapa pun sebelum mereka. Bau mulut daripada seorang Islam yang berpuasa adalah terlebih harum di sisi Allah daripada bau haruman kasturi. Ikan-ikan di lautan memohon istighfar (keampunan) ke atas mereka sehinggalah mereka berbuka puasa".

Adapun dalam menyambut bulan suci Ramadhan hal yang juga penting adalah bagaimana kita merancang langkah strategis dalam mengisinya agar mampu memproduksi nilai-nilai positif dan hikmah yang dikandungnya. Jadi, bukan hanya terus memikirkan menu untuk berbuka puasa dan sahur saja, namun kita sangat perlu menyusun menu rohani dan strategi ibadah kita, karena kalau kita renungkan, menu buka dan sahur justru sering lebih istemawa dibanding dengan makanan keseharian kita, tentunya kita harus menyusun menu ibadah di bulan suci ini dengan kualitas yang lebih baik daripada hari-hari biasa, dengan begitu kita benar-benar dapat merayakan kegemilangan bulan kemenangan ini dengan lebih membahagiakan rohani kita.

Kemudian bulan Ramadhan ini nantinya akan menjadi penentu dan control kita dalam menempuh sisa bulan-bulan yang akan kita jalani hingga datang lagi bulan ramadhan yang akan datang, berikut beberapa langkah dalam menghadapi bulan suci ini:

Pertama, bertaubat nasuha. Allah SWT. berfirman “Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya.” ( QS. at-Tahrim: 8)

Setiap anak adam memang tidak luput dari dosa, baik itu dosa besar atau dosa kecil, akan tetapi dosa itu akan dihapus dengan toubat nasuha, makna tobat nasuha menurut Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya "adalah tobat yang sebenarnya dan sepenuh hati, yaitu tobat yang akan menghapus keburukan-keburukan yang dilakukan sebelumnya dan mengembalikan keaslian jiwa orang yang bertobat”. Dan kesungguhan untuk menjalankan puasa di bulan Ramadhan memang harus didasarkan oleh hati yang bersih dan perbuatan yang bersih. Kalu kita masih suka lalai menjalankan ibadah, maka segeralah untuk bertobat dan menjalankan ibadah tersebut.

Kemudian bersungguh-sungguhlah dalam bertaubat dan kembali kepada Allah. Dalam artian kita dapat melaksanakan kembali semua perintah suci yang telah diperintahkan oleh Allah dan rosulnya serta tidak kembali pada lembah kemaksiatan atau meninggalkan segala kewajiban yang telah diwajibkan kepada kita semua.

Kedua, dengan meyakinkan diri kita bahwa kemuliaan, derajat tinggi dan kejayaan yang haqiqi tidak akan tercapai kecuali dengan iman dan hanya bagi orang-orang yang beriman, sebagaimana firman Allah “Janganlah kamu merasa hina diri dan bersedih hati, kamu semua adalah orang-orang yang berpangkat tinggi jika kamu adalah orang-orang yang beriman”.

Ketiga, jiwa dan raga yang istiqamah, lurus dan konsisten.

Keempat, anjuran untuk memperbanyak dzikir. Rasulullah s.a.w. bersabda, “Tidakkah aku memberitahukan pada kalian tentang amal yang paling mulia disisi Tuhan kalian (Allah), derajatnya tertinggi di antara amal kalian. Amal tersebut lebih mulia dibanding menginfakkan emas dan perak, lebih mulia dari pertempuran dengan musuh kalian, hingga kalian meninggal secara syahid?”. Para sahabat menjawab: “Dengan senang hati, ya Rasulallhoh”. Maka Rasulullah s.a.w. berkata: “Amal tersebut adalah dzikir kepada Allah Yang Mulia”.

Tiada dosa yang tak berampun, tiada salah yang tidak ditimbang dan tiada pahala yang tidak terhitung, dengan kita sungguh-sungguh, suci, ikhlas dan tawakal dalam menunaikan segala ibadah. Insyaallah kita akan tergolong orang yang beruntung amien. Marhaban ya Ramadhan. Mari kita saling membuka pintu maaf diantara kita…

Nomor 02/Edisi I/Th. II
22 Sya’ban 1427 H./ 15 September 2006 M.

Do'a Ketika Melihat Awal Bulan

الله أكبر، اللهم أهله علينا بلأمن، والإيمان والسلامة والإسلام، والتوفيق لما تحب وترضى ربنا وربك الله

Allahu Akbar, Allahumma ahillahu ‘alainaa bilamni wal iimaan wassalaamati walislaam wattaufiiq lima tuhibbu watardha robbunaa waraobbuka Allahu.

Allah Maha Besar, ya Allah, tampakan bulan tanggal satu itu kepada kami dengan membawa keamanan dan keimanan, keselamatan dan Islam serta mendapat taufik untuk menjalankan apa yang Engkau senang dan rela. Tuhan kami dan Tuhanmu (wahai bulan sabit) adalah Allah.

(HR. Tirmidzi 5/204 dan ad Darimi 1/336)

Do'a Minta Hujan


اللهم أغثنا، للهم أغثنا، للهم أغثنا
Allahumma Agitsnaa, Allahumma Agitsnaa, Allahumma Agitsnaa.

Ya Allah, berilah kami hujan, Ya Allah, turunkan hujan pada kami. Ya Allah hujanilah kami.

(HP. Bukhari 1/224 dan Muslim 2/613)

Friday, September 08, 2006

Adil Tidak Selamanya Bijaksana, Benarkah?

Oleh : Asep Sutisna

" Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (Q.S An Nahl. 16 : 90)

Alkisah, Raja Salomo dihadapkan pada suatu perkara yang rumit. Seorang bayi sedang diperebutkan dua orang ibu. Mereka masing-masing mengaku sebagai ibu kandung bayi tersebut dan oleh karena itu berhak atasnya. Hakim-hakim seluruh negeri sudah angkat tangan dan kehilangan pegangan dalam memberikan keputusan. Maklum saja, saat itu belum ada teknologi uji DNA.

Raja bersungut-sungut, tapi tetap saja ia berpikir. Sejenak kemudian, tiba-tiba raja menghunus pedangnya dan berseru, "Kalau begitu, mari kita bikin keputusan yang adil! Aku akan membelah bayi ini menjadi dua bagian yang sama, sehingga kalian masing-masing akan memperoleh separuhnya!"

Ibu gadungan bersorak kegirangan, "Hidup Raja Salomo yang adil!" Sedangkan ibu kandung bayi itu langsung memucat wajahnya, lalu buru-buru bersimpuh ke kaki Sang Raja memohon dengan pilu. "Ampun Tuanku Baginda Raja, hamba ikhlaskan putra hamba diserahkan kepada ibu itu seutuhnya. Janganlah Tuanku memainkan pedang ...."

Raja Salomo terharu, dan tiba-tiba saja tertawa, "Ha ... ha ... ha ..., aku sudah mendapatkan keputusan." Kedua ibu itu terbengong-bengong dan harap-harap cemas. "Aku tetapkan, kaulah wanita mulia, ibu kandung bayi ini!" Raja Salomo menyerahkan sang bayi kepada ibu yang berlutut di hadapannya. Legalah sang ibu kandung itu.

Dari kisah yang diceritakan oleh Lie Charlie diatas dapat dipahami bahwa sang Raja adalah orang yang bijaksana sehingga dengan kebijaksanaannya bisa menghasilkan suatu keputusan yang adil, jelaslah sudah dengan pendekatan bahasa ternyata makna adil tidak sama dengan makna bijaksana walau tidak bisa dikatakan bertolak belakang, namun alangkah bijaksananya kalau dikatakan bijaksana itu adalah perangkat dan penyempurna dari kata adil itu sendiri.

Dengan sederhana kita bisa menemukan contoh, misalnya seorang ayah memiliki uang sepuluh ribu bisa dikatakan adil jika uang tersebut dibagi dua dan masing masing mendapatkan lima ribu, namun lain halnya jika kedua orang anaknya itu berbeda usia, satu 7 tahun dan satunya lagi 19 tahun, tentunya kebutuhan satu sama lainnya berbeda dan dengan bijaksananya sang ayah membagi si kecil mendapat tiga ribu dan ABGnya mendapat tujuh ribu.

Dari contoh tersebut jelaslah sudah, ketika makna adil itu sama rata dan sama banyak, maka akan sangat berbeda maknanya dengan bijaksana dalam artian bahwa kecenderungan kita dalam memaknainya, dan memang kasus kecil seperti ini sering ditemukan dalam keseharian, di rumah seorang suami yang memiliki istri lebih dari satu, di kantor seorang kepala staf yang membawahi beberapa stafnya, di sekolah seorang guru yang mengajar banyak murid dan lain lain akan berhadapan dengan tuntutan berbuat adil yang sama rata dan sama banyak walau pada dasarnya itu tidak bijaksana.

Berbicara adil dan bijaksan adalah gambaran dari sikap seorang pemimpin atau pribadi-pribadi yang pada dasarnya seorang pemimpin juga, hadis riwayat Ibnu Umar RA.: Dari Nabi SAW. bahwa beliau bersabda: "Ketahuilah! Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin. Seorang raja yang memimpin rakyat adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap mereka. Seorang istri juga pemimpin bagi rumah tangga serta anak suaminya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Ingatlah! Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya"

Untuk itu berbuatlah dan putuskanlah sesuatu itu dengan seadil-adilnya dan pertimbangkanlah itu semua dengan sebijaksana mungkin, insyaallah anda telah bertanggung jawab terhadap diri sendiri, sesama dan terhadap Yang Kuasa. Semoga kita semua menjadi pribadi-pribadi yang adil dan bijaksana, amien…

Namun, sebelum saya akhiri (untuk keadilan saja) saya ingin mengatakan bahwa belakangan ini, apa-apa yang digolongkan bijaksana ternyata lebih sering berpretensi negatif. Tidak percaya? Kalau ada orang yang mendatangi Anda dan berkata, "Minta kebijaksanaan dong Pak/Bu, supaya ada uang kebijaksanaan gitu ...." Positifkah niatnya? Belum tentu, karena seorang yang adil nan bijaksana akan menilai perkataan ini dengan adil dan bijak juga dan akan memikirkan subyektif dan objektifnya antara haq dan kewajiban orang tersebut secara seimbang.

Dan surat an Nahl diatas Allah SWT. memerintahkan kepada kita untuk berlaku adil serta diikuti dengan berbuat kebaikan dan memberi kepada saudara-saudara kita, intinya seorang yang adil itu akan dihiasi oleh perilaku selanjutnya yaitu perbuatan yang baik-baik. seperti bijaksana adalah bagian darinya. wallahu'alam bisshawwab…

Nomor 01/Edisi I/Tahun II
15 Sya'ban 1427 H/ 08 September 2006 M.

Bacaan Di Waktu Pagi Dan Sore.

" Kami telah memasuki waktu sore, kerajaan milik Allah, segala puji bagi Allah. Tiada Tuhan kecuali Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu baginya. Baginya kerajaan dan bagiNya pujian. Dialah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Wahai Tuhan, aku mohon kepadaMu kebaikan di malam ini dan kebaikan sesudahnya. Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan malam ini dan kejahatan sesudahnya. Wahai Tuhan, aku berlindung kepadaMu dari kemalasan dan kejelekan di hari tua. Wahai Tuhan, aku berlindung kepadaMu dari siksaan di neraka dan kubur."

…Bila Nabi SAW. Menginjak waktu pagi, beliau membaca: " kami telah masuk waktu pagi dan kerajaan hanyalah milik Allah…" (HR. Muslim 4/2088)

" Ya Allah, dengan rahmat dan pertolonganMu kami memasuki waktu pagi, dan dengan rahmat dan pertolonganMu kami memasuki waktu sore. Dengan rahmat dan pertolonganMu kami hidup dan dengan kehendakMU kami Mati. Dan kepadaMU kebangkitan."

Di waktu sore:
" Ya Allah, dengan rahmat dan pertolonganMu kami memasuki waktu sore, dan dengan rahmat dan pertolonganMu kami memasuki waktu pagi. Dengan rahmat dan pertolonganMU kami hidup dan dengan kehendakMu kami mati. Dan kepadamulah tempat kembali." (HR. Tirmidzi 5/466).