Friday, December 30, 2005

Renungan Akhir Tahun

Oleh: Nasrullah Jasam

Sebenarnya sebagai ummat Islam kita memiliki tahun baru sendiri yaitu tahun baru Hijriah, tahun yang dihitung mulai hijrahnya Nabi ke Madinah al Munawarah dan ditetapkan sebagai tahunnya ummat Islam sejak kepemimpinan Sayyidina Umar. Namun sebagai negara yang terdiri dari berbagai suku dan agama, Indonesia sebagaimana halnya negara-negara lain di belahan dunia turut menyambut datangnya tahun baru Masehi dengan gegap gempita dan terkadang over. Ingat menjelang tahun baru 2004 sebuah pesta kembang api besar-besaran telah disiapkan dan menelan biaya ratusan juta rupiah tapi kemudian terjadi gempa tsunami di Aceh dan akhirnya karena untuk menjaga perasaan saudara kita di Aceh pesta kembang api itu digagalkan dan sebagai gantinya semua acara tahun baru di televisi diisi dengan aksi solidaritas dan penggalangan dana untuk korban tsunami Aceh meskipun masih saja ada beberapa orang pada waktu itu yang merayakan tahun baru dengan pesta musik dangdut dsb, dengan alasan karena sudah direncanakan dari jauh hari.

Terlepas dari itu semua, bagi kita yang beragama Islam okelah perayaan tahun baru Masehi kita anggap sebagai sebuah local wisdom (kearifan lokal), kita ambil sisi-sisi positifnya saja seperti mengambil pelajaran dari tahun yang telah kita lalui untuk lebih memperbaiki diri, dan bukankah itu perintah Al Qur'an : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” Q.S Al Hasyr 18.

Sebagai umat Islam sesungguhnya melakukan muhasabah annafs (introspeksi diri), tidak harus pada moment tertentu, baik itu tahun baru hijriah, masehi, hari raya iedul fitri atau iedul adha dan hari besar lainnya. Islam menganjurkan umatnya agar setiap hari, menjelang tidur, mereka melakukan introspeksi diri atau menilai sendiri segala perilaku dan perbuatan yang dilakukannya sepanjang hari. Hanya saja melakukanya pada moment tersebut bisa lebih khusyu, seperti halnya bermaaf-maafan itu akan lebih terasa di hari raya iedul fitri. Nah, begitu juga dengan moment tahun baru ini akan sangat tepat kalau kita melakukan introspeksi diri di pergantian tahun ini agar kedepan kita bisa lebih baik.

Berikut ini akan dijelaskan beberapa manfaat introspeksi diri di malam tahun baru :

1. membuat kita lebih tahu akan diri kita sendiri

Imam Ghazali membagi manusia menjadi empat bagian : 1 manusia yang tahu bahwa dirinya tidak tahu. 2 manusia yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu. 3 manusia yang tahu bahwa dirinya tahu. 4 manusia yang tidak tahu bahwa dirinya tahu.

Dari pembagian Imam Ghazali tersebut bisa kita simpulkan bahwa : untuk golongan pertama ia termasuk manusia yang tahu diri, golongan kedua adalah tipe orang yang tidak tahu diri, golongan ketiga orang yang sadar akan kemampuan dirinya, dan golongan keempat adalah orang yang tidak sadar akan potensi dirinya. dari keempat golongan tadi yang problem adalah golongan kedua dan keempat karena masing masing tidak mengetahui kelebihan dan kekurangannya, nah! dengan introspeksi diri manusia bisa menemukan titik kelemahan atau kekurangan dalam dirinya, serta menemukan titik kelebihan yang dimilikinya. Manusia yang mengetahui dengan benar letak keburukan yang dimilikinya akan mudah menemukan jalan untuk menghilangkan keburukan itu, dan manusia yang mengetahui dengan benar letak kelebihannya akan mudah menggunakan kelebihannya itu untuk hal-hal yang baik tanpa harus merasa sombong, keduanya harus seimbang, karena jika tidak yang pertama berakibat over confident yang kedua berakibat munculnya rasa minder.

2. membuat kita lebih dewasa

kedewasaan bukan dilihat dari umur seseorang tapi dari sikapnya, berapa banyak orang yang sudah mencapai umur kepala 3 atau 4 tapi masih bersifat kekanak-kanakan, tidak bisa mengontrol diri, menahan emosi, suka menang sendiri, dan enggak mau kalah. Tapi sebaliknya banyak juga orang yang masih berusia muda tapi sudah bisa menjadi teladan bagi temannya. dengan sering melakukan introspeksi, refleksi dan kontemplasi orang akan cepat menjadi dewasa, karena dia bisa mengambil pelajaran dari pengalaman.

Orang yang selalu belajar dari pengalaman dan suka introspeksi diri biasanya proses kedewasaannya lebih cepat. semakin hari ia akan tumbuh menjadi manusia yang lebih bijaksana. Sebaliknya, orang yang cepat merasa puas merasa tidak perlu belajar lagi, manja, tidak mau dikritik dan selalu lari dari masalah akan mengalami hambatan dalam proses pendewasaannya. dalam sejarah ummat Islam kita bisa melihat contoh para sahabat dalam hal kedewasaan, misalnya sayidana Usman r.a. dengan berbesar hati dan tanpa tersinggung mau menarik pendapatnya dalam suatu kasus hukum[1] karena beliau melihat pendapat sayidina Ali r.a. lebih tepat, atau ketika sayyidina Umar membenarkan seorang wanita tua yang mengkritik isi pidataonya karena dianggap kurang tepat[2]. Rasanya suritauladan keduanya patut ditiru oleh para pemimpin kita, agar mereka bisa menjadi pemimpin yang bijaksana dan tidak arogan.

3. menyadarkan kita bahwa umur kita semakin berkurang

kita sadari atau tidak sesunguhnya setiap pergantian tahun umur kita semakin berkurang, memang secara nominal kelihatanya bertambah tapi masa berlakunya jelas semakin berkurang, semakin bertambah umur semakin berkurang kemampuan dan kekuatan kita, kita bisa perhatikan dalam dunia olahraga misalnya, semakin bertambah usia seorang atlet semakin berkurang ketangkasannya, seorang Pele adalah bintang sepakbola disaat usianya masih muda, tapi saat ini ketika usianya tidak lagi muda tidak ada satu pun club di dunia yang ingin membelinya sebagai pemain karena kemampuanya sudah berkurang seiring dengan bertambahnya usia, dan saya rasa ini berlaku pada setiap profesi, dan memang demikianlah sunnatullah yang berlaku, Allah berfirman : “Dan barang siapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian (nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan?” Q.S Yasin

Dengan melakukan introspeksi diri kita bisa menyadari, bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini, jabatan bisa copot, harta bisa hilang, dan yang hidup pun bisa mati, semuanya berjalan sesuai ketentuan yang Maha Kuasa.

Dari paparan diatas, hendaknya kita bisa mengambil kesimpulan bahwa sebaiknya tahun baru disambut bukan dengan sekedar hura-hura, pawai keliling kota sambil meniup terompet dsb. Tapi hendaknya kita sisihkan sedikit waktu untuk merenung, mengintrospeksi diri, kita jadikan tahun baru sebagai moment untuk memperbaiki diri. Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang pluralis, Memboikot datangnya tahun baru Masehi tentu bukan tindakan yang bijaksana, namun sebagai ummat Islam kita berkewajiban untuk menghilangkan atau paling tidak meminimalisir hal- hal yang tidak ada manfaatnya dalam menyambut tahun baru dan menggantinya dengan yang lebih baik dan bermanfaat, dalam hal ini kita bisa mencontoh Wali songo ketika mengislamkan tanah jawa, segala bentuk tradisi masyarakat jawa tidak mereka hilangkan tapi mereka ganti substansinya. Hasilnya, Tradisi wayang, tingkepan, nyadran dll, yang dulunya merupakan tradisi hindu – budha, menjadi tradisi yang penuh dengan nilai-nilai Islam, karena prinsip mereka "yatakhallatuun walakin yatamayazun" (berbaur tapi tetap memiliki karakter). Wallahu a'lam (Rabat, 21 Desember 2004. Jam 20:35)
_____________________________________
[1] Yaitu ketika sayyida Usman ingin merajam seorang wanita yang melahirkan anak padahal usia perkawinannya baru enam bulan karenanya wanita tersebut dianggap telah berzina, namun sayyidina Ali berpendapat seorang wanita bisa saja melahirkan dalam usia kandungan 6 bulan, dalil beliau ayat al qur'an yang berbunyi : "wahamluhu wa fisholuhu tsalatsuna sahran"
[2] Yaitu saat beliau berpidato dan menyinggung soal maskawin agar standarnya diturunkan, usul beliau ditolak oleh seorang wanita tua dengan alasan bahwa besar kecilnya maskawin adalah hak perempuan, kemudian Umar berkata : wanita ini benar dan Umar yang salah

Friday, December 16, 2005

Sang Pembawa Sorga

Oleh : Bayu Subekti


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُواْ النِّسَاء كَرْهاً وَلاَ تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُواْ بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلاَّ أَن يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللّهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً النساء –18
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa, dan janganlah kamu menyusahkan mereka, karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaulah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (Q.S An Nisa’ . 18)

Yang dimaksud “tidak halal bagi kamu mewariskan wanita dengan jalan paksa” dalam ayat ini sama sekali tidak menunjukan bahwa mewariskan wanita yang tidak dengan jalan paksa dibolehkan. Menurut adat sebahagian Arab Jahiliyah apabila seorang meninggal dunia, maka anaknya yang tertua atau anggota keluarganya yang lain mewariskan janda itu. Janda tersebut boleh dikawini sendiri atau dikawinkan dengan orang lain yang maharnya diambil oleh pewaris tersebut atau sama sekali tidak dibolehkan kawin lagi. Sedangkan yang dimaksud “pekerjaan keji yang nyata” tersebut adalah berzina atau membangkang dari perintah.

Walaupun hubungan antara pria dan wanita telah seujur usia bumi ini, namun keharmonisan hubungan tersebut belum bisa disejajarkan dengan sejarah panjangnya dialog seputar isu-isu sosial kewanitaan, status, hak dan lain-lainnya yang acap kali menimbulkan ketimpangan pemahaman diantara dua penghuni bumi tersebut, apalagi sebelum datangnya ajaran agama islam.

Semua itu terlahir dari berbagai pandangan, karena tidak semua laki-laki sama dalam memandang wanita, ada yang menganggap wanita itu sebagai bunga yang harus dijaga, ada yang menganggap hanya untuk dipetik saja, dan bisa diperjual belikan atau bahkan ada yang membiarkannya bebas berkeliaran di kebun-kebun pengembaraan. Begitupun sebaliknya, dan berbagai pandangan bebas itu tampak jelas dalam lembaran sejarah sesuai dengan kepercayaannya masing-masing.

Peradaban Mesir Kuno misalnya, mengganggap wanita hanya sebagai “pelengkap penderita” bagi laki-laki. Tak heran kalau seorang raja memiliki puluhan gundik atau gadis-gadis tawanan. Bahkan, menurut Dr Ali Abdul Halim Mahmud dalam bukunya al-Mar’ah al-Muslimah wal Fiqhu Da’wah Ilallah, banyak di antara raja Mesir yang menikahi saudara perempuannya sendiri atau bahkan putrinya sendiri.

Selain itu, kisah tentang persembahan gadis cantik untuk sungai Nil dan kisah tentang adanya para penari wanita di negeri Mesir tak asing lagi di telinga kita. Semuanya ini menunjukkan betapa rendahnya kondisi wanita di zaman peradaban Mesir Kuno.

Di negeri Babylonia, nasib kaum Hawa tak jauh beda. Mereka dianggap barang dagangan yang bisa dijual belikan seenaknya. Menurut salah satu undang-undang Babylonia dulu, bila seorang istri sedang ditinggal pergi suaminya, ia bisa hidup dengan laki-laki lain sampai suaminya kembali. Praktik pelacuran adalah kebiasaan yang diwarisi di negari Babylonia ini hingga dihapuskan sekitar tahun 250 SM.

Menurut peradaban Cina, seorang suami boleh menjual istrinya kalau ia memerlukan uang. Seorang istri tak boleh makan bersama suaminya. Ia hanya diperkenankan makan dari sisa-sisa suaminya. Peradaban Cina Kuno juga membuat peraturan yang menempatkan wanita sebagai pemuas nafsu laki-laki. Marco Polo, pemimpin ekpedisi Spanyol pernah menyaksikan segerombolan pelacur di Cina saat ia datang ke tempat itu. Pemerintah Cina kala itu memang sengaja “memelihara” mereka untuk dipersembahkan kepada para tamu.

Pemerintah Yunani Kuno mengakui adanya praktik prostitusi secara resmi. Mereka dikenakan pajak untuk disetor pada negara. Dari penghasilan ini, pemerintah menganggap sumber ekonomi yang paling penting.

Menurut peradaban India Kuno, wanita tak punya hak sedikit pun untuk menentukan suami. Di antara mereka, banyak yang diwajibkan menjadi pelayan-pelayan Tuhan atau Kuil. Mereka diwajibkan melayani para tokoh Kuil yang dikenal dengan Dukun Brahmana. Undang-undang Peradaban India hanya membolehkan delapan macam perkawinan yang semuanya tak menjamin kehormatan wanita.

Beberapa ajaran agama-agama selain Islam pun menganggap kaum Hawa tak lebih dari sumber malapetaka. Misalnya, orang-orang Yahudi dan Nasrani menganggap yang membujuk Nabi Adam untuk memakan buah terlarang adalah istrinya, Hawa. Dialah yang telah membisiki Adam dan membujuknya untuk memakan buah tersebut. Dari sini kemudian wanita dianggap sebagai penyebab pertama “malapetaka kemanusiaan”. Wanitalah yang telah menyebabkan Adam dan keturunannya dikeluarkan dari surga (Qardhawi Bicara Soal Wanita, Arasy, Maret 2003).

Agama Hindu pun sama. Ia menganggap wanita sebagai makhluk yang paling berbahaya, lebih berbahaya daripada api. Wanita dianggap makhluk yang berbahaya melebihi ular. Agama Yahudi juga tak memberikan tempat terhormat bagi wanita. Dalam pandangan agama ini, wanita tak mempunyai hak kepemilikan, hak waris, dan merupakan makhluk terkutuk.

Agama Kristen pun memandang hina wanita. Kata Paus Turtulianus, “Wanita adalah pintu gerbang setan, masuk dalam diri laki-laki untuk merusak tatanan Tuhan dan mengotori wajah Tuhan yang ada pada laki-laki.”

Pada zaman Jahiliyah menjelang diutusnya Rasulullah saw, kedudukan wanita pun tak kalah hinanya. Bangsa Arab kala itu sangat membenci anak perempuan. Mereka tak segan-segan menguburnya hidup-hidup.

Di sisi lain, wanita sangat didewakan, disanjung dan dipuja. Dia diberikan posisi bebas. Dengan alasan Hak Asasi Manusia, wanita diberikan kebebasan melakukan apa saja, termasuk memikat daya tarik laki-laki dengan menjadi bintang iklan. Mereka juga dibolehkan bergaul bebas dengan lawan jenis.

Dengan dalih emansipasi, wanita diminta memberontak dari ajaran agamanya. Untuk mendukung ide emansipasi, kaum Feminis mengungkap fakta bahwa banyak kaum wanita yang memiliki otak brilian seperti laki-laki. Dengan dalih tersebut, mereka ingin menyejajarkan wanita dan pria pada satu tingkat dalam segala hal. Kodrat alamiah wanita diabaikan, bahkan kalau mungkin dialihkan kepada laki-laki.

Di Amerika, tempat lahirnya Gerakan Pembebasan Wanita, gerakan emansipasi atas nama demokrasi dianggap “berhasil”. Tapi bagaimana fakta sebenarnya? Kendati jumlah wanita bekerja meningkat, tapi pendapatan ekonomi mereka rata-rata menurun. Dua dari tiga orang dewasa yang miskin adalah wanita. Tingkat upah pun ternyata tak berubah. Data tahun 1985 menunjukkan tingkat upah rata-rata wanita di AS adalah 64 % dari tingkat pria, sama dengan tahun 1939.

Kekerasan terhadap wanita di negeri yang mengaku paling demokratis ini pun sangat tinggi. Wanita mengalami tindak kekerasan di setiap delapan detik! Setiap jam sebanyak 78 anak gadis diperkosa. Data lain menyebutkan, sekitar 13 % atai 12,1 juta anak gadis Amerika sudah pernah diperkosa lebih dari satu kali. Yang lebih mengejutkan, enam dari sepuluh anak yang diperkosa (61%) belum mencapai usia 18 tahun. 29 % dari korban perkosaan rata-rata berumur 11 tahun, dan 32 % dari mereka berumur antara 11 sampai 17 tahun.

Di Jerman, negara yang juga dianggap menghormati wanita, menurut penelitian, setiap lima belas menit terjadi perkosaan terhadap wanita. Jadi, menurut data kepolisian setempat, terdapat 35.000 wanita yang diperkosa. Data riil di lapangan tentu lebih banyak (Maisar Yasin, Wanita Karir dalam Perbincangan, hlm 96).

Di Maroko, presentase rata-rata yang buta huruf itu 67 % nya wanita, seperti yang diaransir koran ahdats al magribiyah inipun bentuk dari tradisi lama kaum pria yang menempatkan posisi wanita hanya untuk didapur. Dan itulah salah satu dari tujuan direvisinya UU kekeluargaan yang lebih menitik beratkan kepada meningkatkan derajat kaum wanita sekarang ini.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Dalam sejarah indonesia telah jauh mengawali dan menyadari akan kualitas dan peran serta kedudukan perempuan melalui penegakan hak di segala bidang dengan didirikannya organisasi “Putri Merdeka” pada tahun 1912. Sehingga dengan didirikannya organisasi tersebut telah menggugah organisasi kewanitaan lainnya, seperti Aisyah, Muslimat dan Persis untuk bahu-membahu mengangkat citra perempuan Indonesia kala itu. Bahkan tepat pada tanggal 22 Desember 1928, wanita Indonesia mampu menyelenggarakan kongres Perempuan Indonesia yang sekarang kita hormati sebagai hari Ibu. Sedangkan PBB baru mendeklarasikan hari Ibu sedunia pada tahun 1975 di Mexico City.

Semoga peringatan itu tidak sebatas seremonial, namun mampu mengurangi berita kasus perkosaannya derap hukum SCTV, menghapus kisah pelacurannya nah ini dia Pos Kota, menghilangkan iklan berpose wanita populer dimajalah Popular dan sederet kasus lainnya yang mengamini salah satu filsafat yunani “Homo Homini Lopus” manusia bagi manusia lainnya adalah serigala.

Dan Islam melalui Al Qur’an dan Sunahnya tanpa diperingatipun telah lama memperingatkan kita, “bil ma’ruf” atau dengan patut dalam ayat ke 19 Surat An-Nisa tersebut adalah perintah kepada mereka yang beriman untuk memperlakukan wanita itu dengan cinta, kasih sayang dan penghormatan sebagai sesama hamba Allah.

Dirgahayu Ibuku, kami semua mendambakan sorga itu masih berada ditelapak kakimu…(wallahua’lam bissowab).
Nomor 17/Edisi V/Th.I

Do'a

Anak untuk Orang Tuanya :

رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيراً

Rabbirhamhumaa kamaa rabbayaanii shagiiran.

Tuhanku, rahmatilah akan Ibu Bapaku sebagaimana kedua-duanya telah mendidik aku di kala aku kecil.
(Q.S 17 ayat 24)

Friday, December 09, 2005

Syukur

Oleh : M. Sabiq Al Hadi

لإن شكرتم لأزيدنكم و لإن كفرتم إن عذابي لشديد

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim: 7).

Kata syukur berasal dari Bahasa Arab dan dalam Al-Quran mempunyai arti “rasa terima kasih kepada Allah” atau “pujian” atas anugerah dan kenikmatan yang diperoleh.

Dalam al-Qur'an maupun hadits banyak sekali perintah atau anjuran kepada kita untuk tidak berhenti bersyukur. Bagaimana tidak, keberadaan kita sekarang adalah karena nikmat Allah. Kalau tidak suka dengan apa yang kita peroleh, maka carilah bumi yang bukan milik Allah. Lalu ke mana lagi kita harus pergi? Jangankan ke bumi yang bukan ciptaan Allah, ke bulan saja belum tentu kita bisa hidup. Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim: 7).

Hakikat syukur adalah menampakkan nikmat dan hakikat kekufuran adalah menyembunyikannya. Menampakkan nikmat berarti menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberinya, juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberinya dengan lidah. Hal ini sesuai dengan firman Allah: “Adapun terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah engkau menyebut-nyebutnya”. (QS Adh-Dhuha: 11). Nabi Muhammad SAW bersabda: “Allah senang melihat bekas (bukti) nikmat-Nya dalam penampilan hamba-Nya”. (HR At-Tarmidzi).

Pada prinsipnya segala bentuk syukur harus ditujukan kepada Allah SWT. Al-Qur'an memerintahkan umat Islam untuk bersyukur setelah menyebutkan beberapa nikmat-Nya: “Maka ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku” (QS Al-Baqarah: 152).

Namun demikian, walaupun syukur harus ditujukan kepada Allah, ini bukan berarti bahwa kita dilarang bersyukur kepada mereka yang menjadi perantara kehadiran nikmat Allah. Al-Quran juga memerintahkan agar mensyukuri Allah dan kedua orang tua (yang menjadi perantara kehadiran kita di muka bumi). Allah menjelaskan: “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu; hanya kepada-Kulah kembalimu".

Meskipun Al-Quran hanya menyebutkan kedua orang tua – selain Allah – yang harus disyukuri, namun juga bukan berarti bahwa selain mereka tidak boleh disyukuri. Nabi bersabda: “Siapa yang tidak mensyukuri manusia, maka dia tidak mensyukuri Allah”. (HR Imam Ahmad).

Adapun uraian Al-Quran tentang syukur mencakup tiga macam:
  1. Syukur dengan hati, yaitu kepuasan batin atas anugerah dan kenikmatan.
  2. Syukur dengan lidah, dengan mengakui anugerah serta memuji pemberinya.
  3. Syukur dengan perbuatan, dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya.
Syukur dengan lidah dan perbuatan adalah cara yang paling gampang dan kasat mata ketika kita memperoleh anugerah atau rezeki yaitu dengan mengucapkan hamdalah, bersedekah dan bernazar serta menggunakan nikmat yang diperoleh sesuai dengan tujuan penciptaan dan penganugerahannya. Lalu, bagaimana dengan syukur hati?

Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang kita peroleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Ilahi. Syukur dengan hati mengantar manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan betapapun kecilnya nikmat yang ia peroleh. Seorang yang bersyukur dengan hatinya saat ditimpa malapetaka atau musibah, bisa jadi dapat memuji Tuhan bukan atas malapetaka itu, tetapi karena terbayang olehnya bahwa yang dialaminya pasti lebih kecil dari kemungkinan lain yang dapat terjadi.

Dari kesadaran tentang makna-makna di atas, seseorang akan tersungkur sujud untuk menyatakan perasaan syukurnya kepada Allah. Sujud syukur adalah perwujudan dari syukur dengan hati, yang dilakukan saat hati dan pikiran menyadari betapa besar nikmat dan karunia yang diberikan oleh Allah.

Kita bersyukur biasanya disebabkan karena beberapa hal mendasar, antara lain: diberi kehidupan, kesehatan dan keselamatan, hidayat Allah, pengampunan-Nya, panca indera dan akal, rezeki, sarana dan prasarana, kemerdekaan. Sukses dalam bekerja, berhasil menggapai cita-cita, terima gaji, nilai bagus, istri melahirkan, naik pangkat, lulus ujian, utang ditangguhkan, dan lain-lain adalah contoh-contoh nikmat yang wajib disyukuri.

Masih banyak lagi nikmat-nikmat Allah – yang manusia tidak sanggup menghitungnya – secara eksplisit disebut oleh Al-Quran. Allah berfirman: “Seandainya kamu (akan) menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya” (QS Ibrahim: 34). Lalu, apakah sekarang kita masih mengingkari segala nikmat-nikmat yang diberikan oleh Allah kepada kita?. Allah berfirman: “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu ingkari?”. (QS Al-Rahman).

Semoga kita menjadi hamba-Nya yang senantiasa dan pandai bersyukur. Amiiin.
Nomor 16/Edisi V/Th.I

Empat Puluh Hari

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata : Rasulullah s.a.w menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan : Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada ilah selain-Nya, sesungguhnya diantara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli syurga hingga jarak antara dirinya dan syurga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. sesungguhnya diantara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli syurga maka masuklah dia ke dalam syurga. (Riwayat Bukhori dan Muslim).

Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :
  1. Allah ta’ala mengetahui tentang keadaan makhluknya sebelum mereka diciptakan dan apa yang akan mereka alami, termasuk masalah kebahagiaan dan kecelakaan.
  2. Tidak mungkin bagi manusia di dunia ini untuk memutuskan bahwa dirinya masuk syurga atau neraka, akan tetapi amal perbutan merupakan sebab untuk memasuki keduanya.
  3. Amal perbuatan dinilai di akhirnya. Maka hendaklah manusia tidak terpedaya dengan kondisinya saat ini, justru harus selalu mohon kepada Allah agar diberi keteguhan dan akhir yang baik (husnul khotimah).
  4. Tenang dalam masalah rizki dan qanaah (menerima) dengan mengambil sebab-sebab serta tidak terlalu mengejar-ngejarnya dan mencurahkan hatinya karenanya.
  5. Sebagian ulama dan orang bijak berkata bahwa dijadikannya pertumbuhan janin manusia dalam kandungan secara berangsur-angsur adalah sebagai rasa belas kasih terhadap ibu. Karena sesungguhnya Allah mampu menciptakannya sekaligus.

Do'a

Syukuri Kebaikan Orang Lain dengan :

جزاك الله خيرا

« Jazaakallaahu khairaa ».

Semoga Allah membalas engkau dengan kebaikan juga. (H.R. At Turmudzi).

بارك الله لك فى اهلك ومالك

« Baarakallaahu laka fii ahlika wamaalik »

Semoga Allah memberi berkah kepada engkau dan keluarga serta hartamu. (H.R. An Nassa’i– Ibnu Majah– Ibnus Sina)

Friday, December 02, 2005

Jihad Di Jalan Allah

Oleh : Furqon bin Amri


M akna Jihad

Jihad berasal dari kata jahada-yajhadu-juhdan yang maknanya kesukaran, daya dan tenaga yang dicurahkan untuk mencapai sesuatu baik dengan lisan atau perbuatan. Jalan Allah dalam Bahasa Arab disebut sabilullah yang berarti setiap perbuatan yang ikhlas yang dilakukan seorang muslim dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah.

Sebagian ulama mendefinisikan jihad sebagai : mengerahkan daya upaya dalam memerangi kaum kafir setelah mengajak mereka masuk Islam dan enggan membayar jizyah (pajak).[1] Pengertian inilah yang dimaksud dalam konteks Islam dari makna jihad yang terdapat dalam al-Qur'an dan hadis-hadis Rasulullah. Namun tidak selamanya jihad diartikan sebagai perang melawan kaum kafir dalam bentuk fisik. Tetapi jihad dalam arti yang lebih luas mencakup semua aspek dan daya seorang muslim dalam menghadapi musuh-musuhnya untuk mencapai cita-cita yang digariskan oleh al-Quran. “Musuh-musuh” yang dimaksudkan di sini adalah meliputi musuh dari dalam manusia itu sendiri seperti jihad melawan jiwa kita dengan membersihkannya dan menyucikan hati dari sifat-sifat yang rendah dan keji untuk diisi dengan sifat-sifat yang mulia dan terpuji; jihad melawan setan dengan melawan bisikannya di dalam hati yang senantiasa mengajak melakukan perbuatan maksiat dan mungkar.

Al-Kasani mengartikan jihad sebagai upaya mengerahkan segala upaya dan kemampuan dalam perang di jalan Allah dengan jiwa, harta atau lisan; dan hal itu dilakukan sampai batas tertinggi.[2]

Di dalam al-Qur'an dan hadis-hadis Rasul terdapat kata-kata jihad yang mengandung arti lebih luas dan lebih umum dari makna perang melawan kaum kafir sebagaimana firman Allah SWT :

فَلاَ تُطِعِ الكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَاداً كَبِيراً

"maka janganlah kamu mengikuti orang orang kafir dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur'an dengan jihad yang besar". (al-Furqan, 52)

Ibnu Abbas menafsirkan (وجاهدهم به) yaitu berjihad dengan al-Qur'an[3]

Rasulullah juga bersabda ketika seorang sahabatnya meminta kepada Rasulullah untuk ikut jihad bersamanya . Beliau bertanya:

"Apakah kamu masih mempunyai orang tua?". Sahabat berkata, "iya". Kemudian Rasulullah bersabda, "maka berjihadlah (bersunguh-sungguhlah kamu) dalam menjaga dan memelihara orang tuamu" (HR. al-Bukhari, 10/403 dan Muslim, 4/1975).

Hukum Jihad

Jihad di jalan Allah hukumnya wajib kifayah yaitu jika dilakukan oleh sebagian orang muslim maka jatuhlah kewajiban tesebut bagi yang lainnya.[4] Namun kewajiban jihad tersebut akan menjadi wajib 'ain (menjadi wajib atas setiap orang muslim) dalam kondisi kondisi tertentu, diantaranya:

1. Jika sudah masuk dalam medan perang. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا فَلَا تُوَلُّوهُمُ الْأَدْبَار. وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلَّا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

"Hai orang orang yang beriman apabila kamu bertemu dengan orang orang yang kafir yang sedang menyerangmu maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur)". (al-Anfal 15)

2. Jika musuh sudah masuk ke negeri umat Islam maka wajiblah warganya untuk memerangi kaum kafir tersebut. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

"hai orang orang yang beriman perangilah orang orang kafir yang disekitar kamu itu dan hendaklah mereka menemui kekerasan darimu dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang orang bertaqwa".(at-Taubah, 123)

Hikmah Pensyariatan Jihad

Dari beberapa ayat yang mengandung seruan untuk berjihad terdapat beberapa hikmah yang dapat kita ambil dari pensyariatan jihad, diantaranya :

1. Menegakkan syariat dan agama Allah diatas bumi ini, sebagaimana sabda Rasulullah SAW ketika ditanya oleh sahabat mengenai orang orang yang berperang demi harta rampasan dan orang-orang yang berperang untuk disebut-sebut (sebagai pahlawan) dan untuk memperlihatkan kedudukannya, maka siapakah diantara mereka yang berada di jalan Allah. Rasulullah menjawab, "barang siapa yang berperang demi menegakkan kalimat allah maka dialah di jalan allah".

2. Sebagai pertolongan untuk orang orang yang dizalimi dan tertindas sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nisa' ayat 75 yang berbunyi, "mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan membela orang orang yang lemah baik laki-laki, wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa, 'ya Tuhan kami keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau dan berilah kami penolong dari sisi Engkau'" .

Keutamaan Jihad

Banyak sekali ayat al-Qur'an dan hadis Rasul yang menerangkan keutamaan dan kelebihan berperang di jalan Allah. Ia merupakan salah satu kunci menuju surga yang menjadi idaman setiap muslim. Allah SWT telah menjanjikannya melalui Rasul-Nya bagi mereka yang berjihad di jalan-Nya sebagai balasan atas pengorbanan jiwa dan harta mereka dalam menegakkan kalimat Allah SWT.

Allah berfirman dalam surat as-Shaff yang bunyinya, ''Kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai dan memasukkan kamu ke tempat tinggal yang baik di dalam surga dan itulah keberuntungan yang besar". (as-Shaff, 11-12)

Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah, "ya Rasulullah, tunjukilah kepadaku suatu amal yang dapat menandingi jihad'. Rasulullah menjawab, "saya tidak mendapatkannya". Kemudian beliau berkata, "apakah kamu sanggup ketika mujahid pergi untuk berperang lantas kamu masuk masjid sehingga kamu melaksanakan shalat tanpa merasa letih dan berpuasa tanpa berbuka hingga dia kembali?". Sahabat menjawab, "siapa yang sanggup melakukan hal itu?". (HR. Bukhari, 6/2785).

Penutup

Ketahuilah bahwa sesungguhya kematian itu adalah sesuatu yang pasti. Ia hanya terjadi sekali. Seandainya kita jadikan kematian itu di jalan-Nya maka itulah keuntungan dunia dan akhirat dan ketahuilah sesungguhnya kalian tidak akan tertimpa sesuatu kecuali apa yang telah Allah tentukan
Nomor 15/Edisi IV/Th.I

haq Islam

Dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma sesungguhnya Rasulullah s.a.w bersabda : Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu maka darah dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah (Riwayat Bukhori dan Muslim)

Catatan :

Hadits ini secara praktis dialami zaman kekhalifahan Abu Bakar As-Shiddiq, sejumlah rakyatnya ada yang kembali kafir. Maka Abu Bakar bertekad memerangi mereka termasuk diantaranya mereka yang menolak membayar zakat . Maka Umar bin Khottob menegurnya seraya berkata : “ Bagaimana kamu akan memerangi mereka yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah sedangkan Rasulullah telah bersabda : Aku diperintahkan…..(seperti hadits diatas)” . Maka berkatalah Abu Bakar : “Sesungguhnya zakat adalah haknya harta”, hingga akhirnya Umar menerima dan ikut bersamanya memerangi mereka.

Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :
  1. Maklumat peperangan kepada mereka yang musyrik hingga mereka selamat.
  2. Diperbolehkannya membunuh orang yang mengingkari shalat dan memerangi mereka yang menolak membayar zakat.
  3. Tidak diperbolehkan berlaku sewenang-wenang terhadap harta dan darah kaum muslimin.
  4. Diperbolehkannya hukuman mati bagi setiap muslim jika dia melakukan perbuatan yang menuntut dijatuhkannya hukuman seperti itu seperti : Berzina bagi orang yang sudah menikah (muhshan), membunuh orang lain dengan sengaja dan meninggalkan agamanya dan jamaahnya .
  5. Dalam hadits ini terdapat jawaban bagi kalangan murji’ah yang mengira bahwa iman tidak membutuhkan amal perbuatan.
  6. Tidak mengkafirkan pelaku bid’ah yang menyatakan keesaan Allah dan menjalankan syari’atnya.
  7. Didalamnya terdapat dalil bahwa diterimanya amal yang zhahir dan menghukumi berdasarkan sesuatu yang zhahir sementara yang tersembunyi dilimpahkan kepada Allah.

Do'a

Bila Mendengar Petir Ucapkanlah:

اللهم لا تقتلنا بغضبك، ولا تهلكنا بعذبك وعافنا قبل ذلك

“Allaahumma laa taqtulnaa bighadlabik, walaa tuhliikna bi’adzaabik, wa’aafinaa qabla dzaalik”.

Ya Allah janganlah Engkau membunuh kami karena kemarahanMu, dan janganlah Engkau merusak binasakan kepada kami karena siksaanMu, dan jagalah kami sebelum yang demikian itu.
(H.R. At Turmudzi)