Oleh : Iman Mursalin
فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوْا فِي اْلأَرْضِ وَتَقْطَعُوْا أَرْحَامَكُمْ أُولَئِكَ الَّذِيْنَ لَعَنَهُمُ اللهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ
"Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?. Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka". (QS Muhammad : 22-23)
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sufyan, Heraklius pernah bertanya kepadanya –ketika itu Abu Sufyan masih Kafir-, "Apakah yang diperintahkan oleh Muhammad?. Abu Sufyan menjawab, 'Dia memerintahkan kami untuk mendirikan shalat, bersedekah, menjaga kehormatan diri (al-'iffah) dan menyambung tali silaturahmi'". (HR Bukhari)
Setiap muslim di dunia ini patut bersyukur bahwa Syari'at Islam mengandung norma-norma yang bernilai tinggi. Jika seluruh nilai dan norma yang merupakan way of life setiap muslim dijalankan secara konsisten, niscaya –baik disadari atau tidak- hal tersebut akan mendatangkan kemaslahatan, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak.
Silaturahmi ialah salah satu dari tuntunan hidup Islam tersebut. Lebih dari itu, silaturahmi merupakan salah satu ajaran akhlak yang paling asasi di dalam Islam.
Dalam konteks masyarakat Indonesia, praktek silaturahmi dapat dengan mudah kita jumpai. Lihat saja budaya orang-orang Indonesia setiap kali lebaran 'Idul Fitri dan 'Idul Adha. Selepas melaksanakan shalat sunnah 'Ied, mereka berbondong-bondong saling berpeluk-salam, kunjung-mengunjungi, mulai dari rumah-rumah tetangga yang dapat ditempuh dengan jalan kaki hingga rumah-rumah handai tolan nun jauh di belahan bumi lain yang hanya dapat dijangkau dengan pesawat terbang. Di luar dua hari besar Islam ini, pesona silaturahmi masih dapat dengan kental kita rasakan pada kehidupan keseharian masyarakat di daerah pedesaan.
Sayang sekali, interaksi yang sangat mulia ini dari hari ke hari nampak kian memudar. Padahal silaturahmi bukan hanya sekedar bermuatan tali persaudaraan tetapi lebih dari itu silaturahmi adalah cara pandang dan sikap hidup seorang muslim yang menjadikannya pelita yang selalu menyinari lingkungan di sekitarnya.
Banyak sekali dari kita yang secara fisik mempraktekkan silaturahmi, yaitu silaturahmi dalam arti harfiyah yang bertujuan untuk mempererat tali persaudaraan yang telah terbina antar sesama kita. Namun tidak jarang manakala kita sedang mengunjungi salah seorang kerabat, hati kita masih tetap menyimpan kebencian dan dendam terhadapnya. Apalah artinya jika kita bersilaturahmi secara fisik saja, sementara kalbu kita bertolak belakang dengannya. Bersilaturahmi hendaknya dilaksanakan dan dijalankan secara menyeluruh, luar dan dalam, secara lahiriyah dan batiniyah. Nuansa persaudaraan ini haruslah terjalin dari hati ke hati. Hal itu berarti bahwa ibadah yang hukumnya wajib ini harus disertai rasa tulus dan ikhlas.
Layaknya ibadah wajib lainnya, silaturahmi bisa membawa implikasi langsung dan tak langsung terhadap jalannya roda kehidupan seorang muslim. Hal ini juga membawa dampak sebab-akibat, baik ketika silaturahmi itu kita laksanakan atau ketika kita meninggalkannya. Suatu ketika Rasulullah pernah bersabda : "Barangsiapa yang ingin banyak rezeki dan panjang usia, sambungkanlah tali silaturahmi". (HR . al-Bukhari)
Hadits di atas hanya salah satu contoh dari sekian banyak keutamaan silaturahmi. Dengan silaturahmi kita akan mendapat limpahan cinta kasih dari orang-orang terdekat kita, sebagaimana Allah akan lebih menyayangi kita. Lebih dari itu, silaturahmi dapat membawa kita menuju pintu surga kelak di akhirat. InsyaAllah.
Sebaliknya manakala kita meninggalkan silaturahmi, kita akan mendapatkan imbalan yang telah dijanjikan Allah dalam firman-Nya, "Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka". (QS. Muhammad : 22-23)
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh 'Abdullah bin Abu Awfa, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Rahmat (Allah) tidak akan turun kepada suatu kaum atau umat yang di dalamnya terdapat orang yang memutus tali silaturahmi". (HR. al-Bukhari dan al-Baihaqi)
Pada hakikatnya, bentuk pengejewantahan dari silaturahmi tidaklah hanya sebatas aksi saling mengunjungi antar sesama. Banyak hal yang bisa kita laksanakan dan termasuk dalam kategori pelaksanaan silaturahmi. Ibnu 'Abidin al-Hanafy berkata : "Silaturahmi itu wajib hukumnya walaupun hanya dengan mengucapkan salam, memberi selamat, memberi hadiah, menolong sesama atau dengan duduk bersama (mujalasah), bersikap lembut, berbuat ihsan dan seterusnya".
Ringkasnya, ada beberapa perbuatan yang termasuk dalam batas minimal dari silaturahmi seperti mengucapkan salam, senyum dan tidak menyakiti orang lain. Sementara itu, beberapa perbuatan yang bisa dikategorikan ke dalam batas maksimal silaturahmi adalah mengunjungi kerabat, menjenguk mereka yang sakit, memberikan hadiah, berinfak kepada orang yang kesulitan, memberi selamat pada tiap hari raya dan perbuatan-perbuatan lain.
Setelah kita mengetahui segala hal mendasar tentang silaturahmi, dapatkah kita merealisasikannya dalam kehidupan keseharian kita?. Kapankah kiranya silaturahmi antar umat Islam bisa menjelma menjadi payung besar yang menaungi dan memeluk kaum muslimin sehingga kita tidak lagi melihat seseorang berjalan beriringan dalam dendam, sampai kita tidak lagi menemukan negara Islam acuh terhadap nasib negara tetangganya?. Semua pertanyaan itu, hanya kita yang bisa menjawabnya dan jawaban tersebut akan menjadi lebih jelas manakala kita mulai merealisasikannya. Wallahu a'lam bi as-shawab.
Nomor 04/Edisi II/Th.I
No comments:
Post a Comment