(Menjaga Kesinambungan Ibadah)
Oleh: Nasrullah Jasam, MA.
Bulan puasa yang sedang kita jalani ini sebentar lagi akan berakhir, bulan yang penuh berkah akan segera meninggalkan kita semua, bulan yang disebut oleh salah seorang pujangga Arab sebagai bulan revolusi karena semua aktivitas manusia berubah seratus delapan puluh derajat di bulan itu. Jika di bulan-bulan lain kita sarapan di pagi hari kemudian disusul makan siang dan setelah itu ditutup dengan makan malam, maka pada bulan puasa semuanya berubah total, kita hanya makan saat sahur dan saat berbuka puasa, waktunya pun hanya menjelang subuh sampai terbenamnya matahari. Ditambah lagi jika pada bulan-bulan biasa waktu kita dihabiskan dengan hal-hal seperti menonton televisi, bicara ngalor-ngidul, maka pada bulan puasa kita habiskan dengan membaca Al-Qur'an, beri'tikaf di Masjid, shalat tarawih berjamaah dan mungkin juga dengan shalat tahajjud.
Dengan demikian nyatalah bahwa bulan ramadhan bagi seorang muslim adalah bulan penggemblengan dan penempaan diri selama 29/30 hari. Dirinya ditempa sedemikian rupa diajarkan untuk bisa menguasai diri sehingga kelak mampu menghadapi 11 bulan yang akan ia jalani setelahnya. Pada 11 bulan itulah ujian yang sesungguhnya, dimana berhasil tidaknya puasa seseorang bisa dilihat dari ada atau tidaknya perubahan kearah yang lebih baik pada diri orang itu. Jika bulan ramadhan adalah bulan yang sangat agung, bulan yang penuh kebaikan, maka sesungguhnya seluruh bulan adalah merupakan kesempatan bagi kita untuk berbuat baik dan membekali diri untuk di hari akhirat kelak. Ibadah bukan hanya dilakukan di bulan ramadhan saja atau bulan-bulan tertentu tetapi hidup ini seluruhnya adalah ibadah, Allah SWT berfirman dalam surat Al-Hijr ayat 99 "Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu kematian".
Jadi sudah merupakan keharusan bagi kita untuk melanjutkan segala bentuk amal ibadah yang kita lakukan dengan giat dan penuh semangat pada bulan ramadhan baik itu ibadah shalat, puasa, berdzikir, shadaqoh dan ibadah-ibadah lainnya pada bulan berikutnya, karena sesungguhnya salah satu ciri diterimanya amal yang baik adalah diikuti dengan amal yang baik lagi.
Sekarang kita telah tiba di penghujung ramadhan dan akan segera menyambut bulan Syawal, kita tidak ingin amal ibadah kita terhenti dengan berakhirnya ramadhan, untuk itu kita harus terus berupaya memelihara "identitas takwa" yang mudah-mudahan kita dapatkan di bulan ramadhan ini, karena memang demikianlah sesungguhnya tujuan puasa.
Memelihara Dan Mempererat Tali Persaudaraan
Ada sebuah tradisi yang sangat baik di negara kita yang mungkin jarang kita temui di negara-negara lain, bahkan di Maroko pun saya tidak menemui tradisi ini, yaitu setiap setelah melaksanakan shalat ied orang muslim Indonesia selalu bersalam-salaman satu sama lain dengan penuh haru dan diiringi dengan permintaan maaf, hal ini biasanya dilakukan tidak cukup dengan hanya di Masjid saja setelah shalat ied tapi juga dilanjutkan dengan saling mengunjungi satu sama lain dengan membawa anggota keluarga, dan tukar-menukar makanan.
Disalah satu daerah di Jawa Tengah tepatnya kabupaten Banyumas, penduduknya memiliki tradisi membuat ketupat khas lebaran yang mereka sebut ketupat udhar luwar. Ketupat ini dirasa paling mewakili pengahayatan akan makna lebaran. Udhar luwar berarti lepas atau bebas, yaitu perasaan lepas dari berdosa terhadap Allah SWT karena telah melaksanakan puasa selama sebulan penuh juga merasa bebas dari rasa dengki, iri, dan dendam terhadap manusia. Semangat semacam inilah yang tersimpan dalam ketupat udhar luwar itu, oleh karenanya lebaran tidak akan lengkap jika tidak ada udhar luwar seperti tidak lengkapnya seseorang yang mengakhiri ramadhan karena dalam dirinya masih ada perasaan dengki, iri, dan dendam terhadap manusia.
Dengan demikian lebaran bisa dijadikan moment yang tepat untuk membangun rekonsiliasi. Sebagai manusia kita yakin pasti memiliki kesalahan terhadap orang lain baik disengaja atau tidak, mungkin kita pernah berbicara yang dapat menyinggung perasaan orang lain meskipun niatnya tidak demikian atau mungkin juga kita pernah bersikap kurang simpati sehingga menimbulkan rasa tidak suka terhadap orang lain. Kita yakin sebagai manusia yang tidak akan luput dari kealpaan, hal tersebut pernah kita lakukan. Mungkin di bulan-bulan lain kita merasa segan untuk sekedar meminta maaf, maka di saat lebaranlah yang paling tepat untuk melakukan itu. Dalam kontek ke-Indonesia-an, ini bisa tercermin dengan tradisi saling mengunjungi seperti telah disinggung diatas, dengan saling mengunjungi berarti menyambung kembali komunikasi yang pernah terputus dan merajut kembali tali persaudaraan. Bagi kita masyarakat Indonesia yang ada di Maroko mungkin rekonsiliasi ini bisa kita lakukan saat shalat ied berjamaah di KBRI dan acara-acara open house di kediaman para diplomat, meskipun selama ini kita sering bertemu baik saat acara berbuka puasa bersama ataupun acara-acara lainnya, tetapi hari lebaran tentunya memiliki "rasa" yang lain.
Perlu diingat, jika puasa bertujuan untuk membentuk manusia bertakwa, maka salah satu ciri orang bertakwa yang disebutkan Allah SWT dalam Al-Qur'an surat Ali 'Imran ayat 134 adalah "Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang".
Sungguh sangat ideal jika kedua sifat ini ada dalam diri seseorang, tidak mudah marah dan jika marah sekalipun akan mudah memberikan maaf kepada orang yang berbuat salah. Mungkin banyak orang yang bisa menahan marah tapi berapa banyak yang mudah memaafkan atau sebaliknya mungkin banyak orang yang mudah untuk memberikan maaf tapi berapa banyak yang bisa menahan amarahnya, oleh karena itu orang yang bertakwa adalah orang yang memiliki dua sifat ini di dalam dirinya.
Puasa Sunah Syawal
Seperti sudah disinggung diatas bahwa salah satu ciri diterimanya amal kebaikan ialah dengan diikuti oleh amal kebaikan selanjutnya, setelah Allah mengaruniakan kita dengan bulan Ramadhan yang penuh berkah, Allah SWT memberikan kepada kita amalan lain di bulan Syawal yaitu berupa puasa sunah Syawal selama 6 hari, puasa sunah ini memiliki ganjaran yang sangat luar biasa, dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW Bersabda "Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian diikuti dengan puasa 6 hari di bulan Syawal, maka seperti halnya puasa sepanjang tahun".
Dari hadist diatas jelas sekali bahwa seorang muslim yang telah berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan kemudian dilanjutkan dengan mengerjakan puasa sunah 6 hari di bulan Syawal (selain tanggal 1 Syawal karena puasa di hari tersebut hukumnya haram) maka pahalanya seperti puasa sepanjang tahun. Dalam hal ini Imam Nawawi menjelaskan : hal tersebut dikarenakan setiap amal kebajikan mendapatkan ganjaran 10 kali lipat, puasa satu bulan Ramadhan sama dengan puasa 10 bulan, puasa 6 hari di bulan Syawal sama dengan puasa 60 hari (2 bulan), jadi jika dijumlah puasa satu bulan Ramadhan plus 6 hari bulan Syawal sama dengan puasa setahun. Tapi terlepas dari angka-angka yang dijelaskan oleh Imam Nawawi tadi sesungguhnya puasa Syawal banyak memiliki hikmah, antara lain:
menunjukkan bahwa umat Muhammad meskipun usianya secara nominal pendek dibanding umat-umat terdahulu tetapi memiliki amal ibadah dan ganjaran yang banyak sehingga jika dipergunakan dengan sebaik-baiknya secara kualitas akan melebihi umur umat nabi-nabi terdahulu.
Jika hal-hal yang kurang dalam shalat fardhu bisa ditambal dengan sholat sunnah rawatib, demikian juga dengan puasa ramadhan, mungkin dalam mengerjakan puasa ramadhan ada hal hal yang kurang atau berbuat sesuatu yang bisa mengurangi puasa maka hal tersebut bisa ditambal oleh puasa sunnah Syawal. Karena amalan sunnah bisa menyempurnakan amalan fardlu.
Puasa sunnah Syawal adalah sarana untuk menumbuh kembangkan iman serta memperkokoh taqwa yang merupakan tujuan puasa seperti yang Allah firmankan Wahai orang orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas ummat ummat sebelum kamu supaya kamu sekalian menjadi orang orang yang bertaqwa
Sesungguhnya membiasakan diri untuk berpuasa setelah melaksanakan puasa Ramadhan adalah salah satu ciri diterimanya puasa Ramadhan. Karena seperti disebutkan diatas tadi bahwa salah satu cirri diterimanya amal kebajikan adalah melanjutkannya dengan amal kebajikan lain.
Demikianlah betapa banyak anugerah Allah kepada para hambanya, Anugerah Allah tidak terbatas pada bulan Ramadhan saja tetapi juga di bulan bulan lain, oleh karena itu jika ingin berbuat baik tidak perlu menunggu Ramadhan tahun depan tapi sejak berakhirnya Ramadhan tahun ini sampai Ramadhan tahun depan kita bertekad untuk selalu berusaha mempertahankan nilai nilai puasa kita, berhasilnya dan tidak nya puasa kita tergantung sejauh mana pengaruh ibadah puasa tersebut dalam kehidupan kita di luar Ramadhan.
Kita sepakat bahwa setiap perintah Allah SWT. Kepada hamba Nya seperti sholat, haji, zakat Mengandung hikmah yang semuanya bertujuan untuk membentuk muslim yang kamil, begitu juga dengan ibadah puasa, jika kita melaksanakannya dengan penuh keimanan dan kekhusyu'an maka puasa tersebut akan memberikan ekses yang baik bagi kita tapi sebaliknya jika tanpa keimanan dan penghayatan Rasul menegaskan : "berapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa2 dari puasanya kecuali lapar dan haus"
Tentunya kita tidak ingin puasa yang kita lakukan sia sia. Semoga Allah SWT. Menerima semua amal ibadah kita di bulan Ramadhan dan semoga mempertemukan kita dengan Ramadhan yang akan datang….Amiiin
4 comments:
Salam Alaykum
wa3alaikoumsalam....
Assalamualaikum,
Salaams dari London. Bagus dan menarik artikelnya. Kapan2 pingin juga ke Marokko, unik dan menarik walau mungkin banyak kesamaan dg Indonesia. Saya punya oretan sila dibaca di: http://donowidiatmo ko.wordpress. com/2006/ 10/21/memburu- lailatul- qadar-di- masjid-agung- london/ atau di http://www.alshahida.blogdrive. tanpa foto. wassalam, al shahida
marhaban bikum di morocco … kalau mau mengikuti ritual lailatul qodar disini memakai pendapat yang menyatakan bahwa lailatul qodar itu ada di malam 27 ramadhan saja, sampai raja pun memperingatinya dengan ber i’tikaf di mesjid hassan II dan disiarkan live di TV pada malam itu.
ditingkat bawah, semua warga ketika menjelang maghrib keluar dari rumah dengan membawa anak anaknya yang sudah didandani dengan baju pesta, atau layaknya seorang mempelai. dan itu semua dilakukan “katanya” untuk menyambut malaikat “yang mereka namai” al kodar yang turun malam itu…
anyway.. saya setuju dengan anda, dan memang kalau kita mau tahu apakah kita mendapat lailatul qodar atau tidak itu bisa dilihat setelah ramadhan, kalau ada perubahan yang berarti, ibadahnya semakin baik.. dll. itu tandanya dia mendapatkannya.
semoga allah mempertemukan kita kembali dengan lailatul qadar di tahun depan… amien.
Post a Comment