Friday, April 28, 2006

Sederhana Sebagai Sebuah Life Style

Oleh : Bayu Subekti


"Makan dan minumlah dan jangan melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas". (al-A'raf, 31).

"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian". (al-Furqan, 67).

Menjadi orang yang sederhana adalah cita-cita setiap muslim. Sayangnya, cita-cita yang mudah untuk digapai ini sangat sulit diwujudkan. Hanya orang-orang yang berimanlah yang dapat merealisasikannya. Sedangkan sebagian besar kita, seolah terlena dengan hiruk pikuknya aktivitas dunia. Kesederhanaan seolah permata yang hilang di tengah padang pasir sahara.

Hidup sederhana atau bersahaja adalah sebuah pilihan. Sebab, Rasulullah SAW telah menjalaninya. Seharusnya kita melakukanya, bila menginginkan menjadi pengikut sejatinya.

Hidup bersahaja bukanlah hidup dalam serba kekurangan. Bukan pula hidup dalam kemelaratan dan kesengsaraan. Sederhana adalah hidup di tengah-tengah, tidak berlebihan. Hidup bersahaja tidak identik dengan kemiskinan. Tetapi bisa jadi dalam gelimang harta kekayaan. Di sana ada sifat qanaah (menerima dengan rela apa yang ada) yang selalu berlaku adil dan bersyukur atas setiap rezeki yang diberikan Allah. Di sana pula ada sikap zuhud (melepaskan ketergantungan hati dengan dunia) yang menempatkan harta kekayaan di tangan, bukan di hati. Tidak risau bila suatu waktu sang pemilik yang sebenarnya mengambilnya.

Hidup sederhana adalah hidup yang istiqamah mengikuti ajaran Allah dan sunnah Rasulullah SAW. Ia tergambarkan dengan jelas dalam perilaku sehari-hari. Orang-orang yang sederhana hidupnya tidak berlebih-lebihan. Mereka juga tidak kikir, tidak bakhil, berperilaku moderat, berperilaku propfesional. Kesederhanaan tidak identik dengan sikap hidup yang malas dan negatif. Bukan pula sikap hidup yang membawa kemelaratan, kefakiran, atau kepapaan. Kesederhanaan justru identik dengan sikap hidup yang terus berikhtiar mencari rezeki yang terbaik hingga kita bisa berinfak dan berzakat. Dengan berinfak atau berzakat sebagai ungkapan rasa syukur, Allah akan melipatgandakan rezeki kita. Harta atau rezeki yang dilipatgandakan itu nantinya akan dipergunakan kembali sebanyak-banyaknya untuk infak, zakat, dan membantu sesama.

Sikap hidup sederhana yang dilandasi dengan keimanan akan menjauhkan kita dari penyimpangan-penyimpangan, termasuk penyimpangan ekonomi yang menjadi akar timbulnya korupsi. Orang yang sederhana akan terlihat dalam pakaiannya. Walaupun mampu membeli pakaian yang harganya jutaan rupiah, ia tidak melakukannya. Ia hanya memakai pakaian yang sesuai dengan standar di masyarakat.

Hidup sederhana adalah hidup dalam proporsionalitas. Maksudnya sikap hidup yang pertengahan, tidak berlebihan dan disesuaikan dengan kebutuhan. Orang yang sederhana akan mengukur sikap dan perilakunya secara proporsional. Ini tercermin dalam pembicaraannya, dalam ibadahnya dan dalam sikap hidupnya secara keseluruhan.

Proposionalitas berkaitan dengan kondisi masing-masing setiap orang. Misalnya seseorang pebisnis yang sukses, menjadi kaya raya, akan sangat berbeda implementasinya dengan orang yang tidak sukses dalam bisnisnya. Seorang pebisnis yang sukses tentu akan menggunakan pakaian, mobil, atau fasilitas hidup lainnya yang lebih mahal saat ia menggunakannya untuk bergaul dengan rekan bisnisnya. Tetapi pada saat bergaul dengan masyarakat, ia menyesuaikanya dengan kondisi masyarakat. Ia tidak memamerkan kekayaannya. Ia tampil bersahaja tanpa meremehkan orang-orang yang kurang mampu di sekitarnya. Perbedaan implementasi hidup sederhana antara si kaya dan si miskin tidaklah menjadi masalah manakala semuanya dibingkai dengan sikap qanaah dan zuhud terhadap semua rezeki yang dianugerahkan Allah kepadanya.

Menyiasati keinginan dan kebutuhan hidup sederhana adalah seni dalam menjalani kehidupan. Realisasinya bisa mudah dan sulit tergantung kita dalam menikmati seni itu.

Bagi seorang muslim, keberhasilannya bisa dengan mudah tercapai berbanding lurus dengan tingkat keimanannya. Semakin kokoh imannya terhadap hari akhir dan hari pembalasan, semakin mudah ia mengendalikan nafsu serakahnya. Sebaliknya, semakin lemah imanya, ia akan semakin sulit mengendalikan nafsu serakahnya. Bila iman semakin menipis, setan akan dengan mudah menggelincirkan kehidupannya. Yang dituruti adalah keinginan yang tidak pernah terputus. Tak peduli cara yang digunakannya, apakah benar atau salah. Karenanya, kita harus dapat menyiasati setiap keinginan yang timbul apakah sesuatu yang dibutuhkan atau tidak. Bila tidak mampu mengendalikan keinginan, selamanya kita akan menjadi makhluk yang diperbudak keinginan.

Keinginan berbeda dengan kebutuhan. Kebutuhan bila tidak dipenuhi akan berdampak negatif bagi kita. Sedangkan, keinginan bila tidak dipenuhi belum tentu membawa dampak negatif. Memiliki keinginan adalah sesuatu yang wajar dan bukanlah masalah. Yang mennjadi masalah adalah manakala kita diperbudak keinginan. Orientasi hidup kita menjadi tertuju hanya kepada keinginan tersebut. Ujung-ujungnya kita akan menjadi orang yang boros. Bisa jadi kebutuhan yang prioritas akan kehabisan anggaran karena dananya terambil oleh kebutuhan yang tidak terlalu penting akibat terlalu menuruti keinginan. Menjadi muslim yang sederhana akan sulit diwujudkan bila kita tidak dapat menyiasati setiap keinginan. Oleh karena itu, sudah tugas kita untuk mengendalikan setiap keinginan agar hidup sederhana dapat terealisasi dalam hidup kita.

Terlepas dari hidup sederhana yang membawa bagi kita rasa aman bin sentosa, berfikir sederhana juga dianjurkan dalam mengarungi bahtera kehidupan ini. Banyak orang yang mempunyai idealisme terlalu besar untuk memperoleh sesuatu yang diinginkannya. Ia berpikir yang tinggi-tinggi bahkan bicaranya pun terkadang sulit di pahami. Tawaran dan kesempatan-kesempatan kecil dilewati begitu saja, tanpa pernah berpikir bahwa mungkin di dalamnya, ia memperoleh sesuatu yang berharga. Tidak jarang orang-orang seperti itu menelan pil pahit karena akhirnya tidak mendapatkan apa-apa. Demikian juga dengan seseorang yang mengharapkan pasangan hidup seorang gadis cantik atau perjaka tampan yang baik, pintar dan sempurna lahir dan bathin, harus puas dengan tidak menemukan siapa-siapa.

Berpikir sederhana, bukan berarti tanpa pertimbangan logika yang sehat. Kita tentunya perlu mempunyai harapan dan idealisme supaya tidak asal tabrak. Tetapi hendaknya kita ingat bahwa seringkali Allah SWT mengajar manusia dengan perkara-perkara kecil terlebih dahulu sebelum mempercayakan perkara besar dan lagipula tidak ada sesuatu di dunia yang perfect memenuhi semua idealisme kita.
Nomor 25/Edisi V/Th. I

No comments: