Friday, May 19, 2006

Pendidikan Manusia Yang Seutuhnya

Oleh : Irwansyah Asa


يأ يّها الذين أمنوا أستجيبواللّه ولرّسول إذادعاكم لمايحييكم واعلمواأنّ الّله يحول بين المرء وقلبه وأنّه إليه تخشرون.

Hai orang- orang yang beriman , penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul, apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepadanyalah kamu akan dikumpulkan. ( Q.S al Anfal 24)

Bagaimanakah Pendidikan manusia itu seutuhnya? Pertanyaan ini sangat lazim dilontarkan oleh para mahasiswa, juga para audiens yang ketika berada didalam ruangan, atau didalam suatu seminar, yang ditujukan kepada para dosen ataupun kepada para nara sumber, mungkin juga pertanyaan ini sudah dilontarkan kepada kita semua, yang mana para penanya mungkin sudah menganggap kita mampu untuk menjawab pernyataan ini. Maka untuk menjawab pertanyaan itu, saya akan menguraikan beberapa argumen tentang masalah seputar pendidikan yang saat ini menuntut agar kita selalu bersiap siaga menghadapi Era- global, yang semakin membawa kita kepada zaman yang serba modren dan canggih.

Secara rasional–filosofis tentang pendidikan yang sudah berkembang semenjak beberapa abad yang lalu, maka sistem pendidikan untuk membentuk manusia yang seutuhnya harus diarahkan kepada dua dimensi, yakni, pertama ;dimensi dialektikal horisontal , dan yang kedua ; dimensi ketundukan vertikal. Pada dimensi pertama pendidikan hendaknya dapat mengembangkan pemahaman tentang kehidupan yang konkret, yakni kehidupan manusia dalam hubunganya dengan alam ataupun lingkungan sosialnya. Dalam dimensi inilah manusia dituntut untuk mampu mengatasi berbagai tantangan dan kendala dunia konkretnya , melalui pengembangan teknologi dan sains. Sedangkan dalam dimensi kedua, yakni ketundukan vertikal, pendidikan sains dan teknologi, selain menjadi alat untuk memanfaatkan, dan melestarikan sumber daya alam juga menjadi jembatan untuk memahami fenomena dan misteri kehidupan dalam mencapai hubungan yang hakiki juga abadi dengan sang khalik . berarti bagaimanapun pesatnya perkembangan sains dan teknologi ia harus disertai dengan pendidikan hati.

Firman Allah dalam Surah al- Anfal ayat 24 diatas menjadi landasan yang sangat kuat, yang intinya ialah Allah mengingatkan kita supaya disamping kita beriman kepada-Nya kita juga harus mampu hidup yang bermakna secara horisontal sekaligus vertikal, itulah manusia yang seutuhnya, dari hasil sistem pendidikan yang kita kehendaki pada saat ini. Didalam diri manusia seutuhnya terdapat kesatuan kualitas iman kepada Allah, Ilmu, dan amal shaleh. Keseluruhan aspek yang tercakup dalam konfigurasi tersebut merupakan dataran bagi pembentukan kerangka ideal manusia seutuhnya yang digapai melalui sistem pendidikan, yakni manusia yang bertakwa kepada Allah , yang cerdas, kereatif, inovatif, trampil, dan jujur, (shiddiq, amanah, istiqomah).

Singkatnya, manusia seutuhnya adalah yang menjadi rahmatan lilàlamin. Yang mempunyai kemampuan cipta, rasa, kan karsa, atau manusia yang kognitif, efektif, dan konatif-psikomotorik pada zamanya. Itulah blue print manusia masa depan yang memiliki zikir, fikir dan amal saleh. Di samping itu ada beberapa causa pertanyaan yang harus mampu kita menjawabnya, yang mana dengan causa inilah nantinya kita akan mentransfer ke dalam proses pendidikan manusia dalam konteks ruang serta waktu. Causa pertanyaan itu adalah ¨ 1. Causa eficiens (bagaimana), 2.Causa formalis (menurut rencana apa), 3. Causa materialis (dengan apa), dan Causa finalis (untuk apa kita di didik).

Kita jawab terlebih duhulu causa eficiens, bagaimanakah kita memperoleh pendikan?, pertanyaan ini sangat mudah untuk kita jawab, yang mana pendidikan itu sebenarya sudah kita dapatkan pertama sekali semenjak ada didalam kandungan ibu kita, hal ini apabila kedua orang tua kita mengerti pokok-pokok ajaran agama Islam yang dibawa oleh baginda Nabi Muhammad s.a.w. Yang ketika itu ia menyerukan kepada para seluruh umatnya melalui sebuah sabda yang intinya ialah; “menuntut ilmu itu semenjak dari ayunan sampai keliang lahat”. Yang kita garis bawahi disini ialah menuntut ilmu semenjak dari ayunan. Sebenarnya kalau kita menterjemahkan kata-kata ayunan disini tentunya masa yang dimaksud adalah (masa didalam rahim seorang ibu) atau didalam kandungan ibu kita. Disinilah seorang ibu harus mampu mendidik seorang bakal anak yang akan meneruskan generasinya, dengan berbagai cara yang sehingga anaknya itu nanti akan menjadi seorang yang benar-benar berakhlak mulia dan menjadi rahmatan lilàlamin.

Salah satu contoh pendidikan dalam fase ini adalah : seorang ibu hendaknya mampu mengajak dan memberitahu selalu isi kandunganya kepada semua hal kebaikan, misalnya pergi beribadah kepada Allah. Disinilah janin yang dikandungnya itu akan merekam semua aktifitas induknya yang selalu mengingatkan juga sekaligus mengajaknya. Di samping itu juga kedua orang tuanya, jangan sekali-kali mengkonsumsi makanan yang haram dan subhat, karna ditakutkan janin ini akan tercipta dari darah daging yang haram dan subhat, na’ujubillahi mindjalik. Hal inilah sebenarnya pendidikan yang pertama sekali harus benar-benar kita perhatikan bersama, karna menyangkut moral dan aqidah seorang anak nantinya.

Yang selanjutnya Causa formalis, menurut rencana apa kita melakukan pendidikan ?. jauh sebenarnya sebelum seseorang melakukan hal ini, ia sudah mempunyai planing yang jitu dan matang sebelumnya, baik bercita-cita atau berangan untuk menggapai masa depan yang cerah serta gemilang. Tapi banyak diantara kita perencanaan itu sudah menjurus kebanyak hal yang kurang positif, misalnya mereka dengan mendapatkan pendidikan hanya semata-mata untuk memperoleh pekerjaan yang layak nantinya, hal itulah yang sebenarnya membuat manusia menjadi dialis, karna ia merasa tinggi dan ditinggikan. Menurut kaca mata Islam sebenarnya tidak demikaian, karna ia banyak memberikan konsep tentang perencanaan yang semestinya benar-benar menjadi cermin bagi kita. Diantara konsep itu ialah; carilah pendidikan (ilmu) itu karena ia merupakan pembeda antara orang-orang yang berpengetahuan dengan orang-orang yang jahl (bodoh) disekelilingmu. Jadi perencanaan kita semestinya ialah, kita harus mampu mengarahkan diri kita dahulu dalam memperoleh pendidikan tersebut, tujuannya untuk dapat membedakan kita dengan orang yang tidak berpendidikan baik dari segi pengetahuan, akhlaq, (hablumminallah juga hablumminas). Singkatnya, kita harus mampu tampil beda didalam kehidupan masyarakat kita.

Yang ketiga Causa materialis, dengan apa kita memperoleh pendidikan tersebut?. Disini baru kita merasa agak kesulitan, karna banyak diantara kita yang hendak mencari ilmu atau pengetahuan yang tinggi, namun terhambat bahkan tidak sedikit yang gagal. Penyebab utamanya ialah karna kekurangan modal sebagai penunjang pendidikan tersebut, sehingga membuat mereka tidak bersemangat dan tidak jarang diantara mereka yang sampai berputusasa. Sebagai flash back kendala seperti diatas sering terjadi, ketika semasa di SMU dahulu saya pribadi merasa bingung hendak kemana sebenarnya setudi dan pendidikan ini akan saya lanjutkan? Karna melihat kondisi dan situasi materi kedua orang tua jauh dari apa yang saya perkirakan, disamping itu juga banyak kendala-kendala lainya yang masih belum terselesaikan.

Disinalah kita harus benar-benar mengerti apa makna dari perkataan orang bijak, “hilangkan dari kehidupanmu rasa keputus asaan, bangun dan sing-singkan lengan bahumu, dekatkan dirimu selalu padanya, bekerjakeraslah untuk mencari sesuatu yang kau inginkan, sebagai pedoman yang nyata bahwa dunia itu tidak hanya selebar daun kelor”. salah satu pesan moral yang dapat kita petik yaitu, sebenarya dalam mencari ilmu atau pendidikan itu kita jangan hanya berpikir akan materi, karna ternyata semangat, berusaha, dan kerja keras itu lebih diutamakan. Disinilah mungkin banyak yang salah persepsi, karna hanya dibayangi persaan was-was dan takut (khasyiah wa khauf) bila tidak mempunyai materi tersebut bagaimana nantinya pendidikan itu akan berhasil, perlu kita ingat masing-masing materi dalam pendidikan itu adalah kebutuhan primer juga, tetapi kita jangan mudah merasa takut dan putus asa karna ketiadaannya, yang perlu adalah usaha, kerja keras, ikhtiar, dan diiringi do,a insya Allah ia akan datang dalam mengiringi apa yang kita maksud dan yang kita tuju.

Yang terakhir ialah Causa Finalis untuk apa kita sebenarnya di didik? Kalau kita menjawab secara simple dan singkat, tantu saja kita di didik untuk mengurangi kebodohan dan menghindari buta hurup di sekeliling atau disekitar kita. Dalam kaca mata Islam hal inilah yang terutama menjadi problematik besar sehingga benar-benar harus menjadi pusat perhatian bersama khususnya kepada para pemimpin bangsa dan negara, karna sangat banyak rakyat jelata yang buta huruf, dan tidak mengerti sedikitpun tentang pokok-pokok ajaran agama Islam. Disamping itu, disinalah kita harus mampu terjun kelapangan sebagai salah satu diantara merekayang terpilih sebagai pendidik, dengan tidak merasa rendah diri dan tidak tinggi hati, karna ilmu yang kita dapatkan atau titel yang diperoleh lebih tinggi dari mereka. mudah-mudahan dengan beberapa jawaban dan causa pernyataan di atas bermanfaat bagi penulis khusunya dan kepada para pembaca secara umumnya. Wallahu’alam bisshawab.
Nomor 28/Edisi VI/Th. I



No comments: