oleh : M Ali Hanafi
Sebagai orang muslim dalam artian sebenarnya, seyogianya yakin dengan niatnya. Niat adalah pemicu benar tidaknya suatu perbuatan, suci dan bersinya suatu amalan. Dan sangat mendasar sekali, sebagai landasan di setiap amalan, baik amalan dunia atau amalan akhirat.
Niat adalah perbuatan hati yang diselaraskan dengan amalan. Dan suatu amalan akan mencapain tujuan yang dikira jika niatnya telah dipatrikan sejak awal dilancarkan suatu amalan
Menurut Imam Al Ghazali dalam bukunya Ihyaa Ulumuddin niat adalah “sifat egaliter berupa keinginan, yang tumbuh dari hati kemudian diatur oleh kingingan dan kecenderungan kepada hal yang selaras dengan tujuan, baik spontan atau pun yang akan datang”.
Sehingga, masih pada hakikat niat yang diutarakan oleh Imam Al Ghazali, bahwa tidak ada suatu perbuatan yang diinginkan (terpilih) kecuali perbuatan itu akan melingkupi tiga hal, pertama dengan pengetahuan, keinginan dan kekuatan (kemampuan).
Dan silogisnya, tidak ada suatu perbuata yang dilakukan kecuali perbuatan itu sudah diketahui, dan jika keinginan akan suatu pekerjaan tidak ada maka tidak akan ada pula pekerjaannya, maka dari itu dua komponen inilah yang sangat urgen dalam berniat dan ketika kedua komponen niat tadi sudah ada maka komponen ketiga menjadi pelengkap yaitu komponen kekuatan atau kemampuan dalam bekerja.
Keutamaan niat, tentunya tidak terlepas dari dasar-dasar yang sangat autentik, dan harus diimani oleh setiap muslim, dalam AL qur’an Allah berfirman :
ولا تطرد الذين يدعون ربهم بالغداة والعشى يريدون وجهه
“dan janganlah kalian mengusir orang-orang yang berdoa meminta kepada Tuhannya pagi dan petang, karena menginginkan ridaNya”, dan yang dimaksud dengan iradah (keinginan) yang terletak pada kata yuriduna (menginginkan) itulah niat.
Rasulullah sallallahualaihiwasallam bersabda:
Rasulullah sallallahualaihiwasallam bersabda:
إنما الأعمال بالنيات ولكل امرئ ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه
“Sesungguhnya amal perbuatan itu disertai dengan niat, dan setiap manusia memiliki niat, barang siapa berniat hijrah kepada Allah dan rasulNya niscaya hijrahnya itu kepada Allah dan RasuluNya, dan barangsiapa hijrahnya adalah dunia maka dia akan mencapainya, dan barangisapa niatnya adalah perempuan yang akan dinikahinya niscaya dia akan menuju kepada apa yang ditujuan untuk dicapainya”. (Hadis muttafaqun alaihi, diriwayatkan bukhari di bidiil wahyi hadis 1, dan Muslim di al Imarah hadis 155)
Untuk itu dalam berbuat hendaknya landasan niat menjadi hal yang utama apalagi juka sudah mengetahui pekerjaan dan tujuannya, karena jika suatu pekerjaan tanpa niat maka amal itu akan sia-sia, niat adalah milik orang yang sadar akan perbuatannya dan memiliki knowledge akan detail perbuatan itu, meski kedua komponen itu belum bisa mencapai tujuan akhir kecuali dilandasi dengan syarat berniat yaitu tulus dan ikhlas.
Sehingga amat tepat ungkapan umum “lakukanlah suatu perbuatan dengan niat iklas”, disini tersirat betapa kedua sifat ini tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya, dan disini pula, kita bisa melihat betapa suatu perbuatan setelah niat mesti disertai dengan ke iklasan, bak iklas ini adalah filter untuk mengeluarkan sesuatu (baca:amalan) yang murni “saafi lillahita’ala”. Lebih tegas lagi Allah s.w.t berfirman:
Untuk itu dalam berbuat hendaknya landasan niat menjadi hal yang utama apalagi juka sudah mengetahui pekerjaan dan tujuannya, karena jika suatu pekerjaan tanpa niat maka amal itu akan sia-sia, niat adalah milik orang yang sadar akan perbuatannya dan memiliki knowledge akan detail perbuatan itu, meski kedua komponen itu belum bisa mencapai tujuan akhir kecuali dilandasi dengan syarat berniat yaitu tulus dan ikhlas.
Sehingga amat tepat ungkapan umum “lakukanlah suatu perbuatan dengan niat iklas”, disini tersirat betapa kedua sifat ini tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya, dan disini pula, kita bisa melihat betapa suatu perbuatan setelah niat mesti disertai dengan ke iklasan, bak iklas ini adalah filter untuk mengeluarkan sesuatu (baca:amalan) yang murni “saafi lillahita’ala”. Lebih tegas lagi Allah s.w.t berfirman:
وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين
“dan kalian tidak diperintahkan menyembah Allah kecuali dengan tulus ikhlas”. Maksud dari perintah menyembah disini adalah dengan pengetahuan, keinginan dan kemampuan dan diperkaya dengan nilai iklas, sebagai titik tolak dari suatu perbuatan itu sendiri. Iklas lillahita’ala, terlepas dari rasa dunia (baca materi) dan merasuki kepada yang lebih dalam, yaitu ruhi maknawi, dan diatas segalanya, yaitu Al Khaliq, Allah Maha Besar (Allahu Akbar).
Pekerjaan yang baik ada yang dilakukan secara individu dan ada juga yang bersifat team (kelompok), untuk amalan baik yang individualis itu akan diganjar bagi person yang melakukannya dengan niat iklas, dari semua amalan yang akan dan telah dilakukannya itu hal ini sudah sangat benar dan sudah dapat dipahami.
Adapun untuk pekerjaan yang bersifat team akan diganjar kepada semua anggota team, namun disinilah kebesaran Sang pemberi nafas (Allah) kepada makhluknya untuk berkarya sebaik mungkin, dan bagi-Nya tidak ada Rahasiah yang bias tersembunyi. Dalam konteks keislaman, niat orang pada amalan yang bersifat team ternyata bisa tersampaikan kepada semua orang, dengan syarat yang simple, dimana orang yang tidak sempat ikut andil secara langsung pada amalan team itu hendaknya meniatkan secara murni ingin ikut melakukannya, karena dengan itulah maka dia akan dianggap telah ikut dalam amalan tersebut, kita simak hadis Nabi Rasulullah Sallallahualaihiwasallam “tidak dari perbuatan kita merentas walang-walang, menggegerkan suatu daerah kafir, dan kita tidak ada modal dibelanjakan serta tidak ada point yang dicapai kecuali masyarakat Madinah ikut andil sementara mereka ketika berada di Madinah, lalu ada yang bertanya “bagaimana itu bisa terjadi wahai Rasulullah? Beliau menjawab “karena halangan yang menahan mereka untuk ikut andil, namun niat baik mereka telah menjadikan mereka ikut andil”. (Diriwayatkan Muslim di : alimarah, hadis 159)
Begitulah barangkali, niat ini dipandang secara umum, berikutnya bisa lebih dirasakan dalam pendalamannya pada saat suatu amalan itu dilaksanakan, dan untuk tidak dilupakan bahwa niat ini senantiasa harus pada amalan yang baik dan untuk sebuah ketaatan, karena amalan yang bukan untuk ketaatan adalah amalan yang abas (sia-sia), semoga Allah senantiasa menghidayai kita kepada amalan yang baik dalam rangka mencapai ridha-Nya, dan dalam rangka mengimplementasikan niat dan keiklasan.
Sebagai penutup untuk memantapkan nilai niat kita marilah sama-sama merenungkan kembali tiga hal ini:
- amalan dengan niat yang ikhlas tidak perna menuggu balasan yang indrawai, hasil dunianya adalah hikmah dari niat ikhlas itu sendiri.
- penuhi sekitarmu dengan amalan niat yang ikhlas sebagai pancaran dari jiwa.
- untuk mencapai niat yang ikhlas bersihkanlah hatimu terlebih dahulu.
Walahualam bisshawab..
Pekerjaan yang baik ada yang dilakukan secara individu dan ada juga yang bersifat team (kelompok), untuk amalan baik yang individualis itu akan diganjar bagi person yang melakukannya dengan niat iklas, dari semua amalan yang akan dan telah dilakukannya itu hal ini sudah sangat benar dan sudah dapat dipahami.
Adapun untuk pekerjaan yang bersifat team akan diganjar kepada semua anggota team, namun disinilah kebesaran Sang pemberi nafas (Allah) kepada makhluknya untuk berkarya sebaik mungkin, dan bagi-Nya tidak ada Rahasiah yang bias tersembunyi. Dalam konteks keislaman, niat orang pada amalan yang bersifat team ternyata bisa tersampaikan kepada semua orang, dengan syarat yang simple, dimana orang yang tidak sempat ikut andil secara langsung pada amalan team itu hendaknya meniatkan secara murni ingin ikut melakukannya, karena dengan itulah maka dia akan dianggap telah ikut dalam amalan tersebut, kita simak hadis Nabi Rasulullah Sallallahualaihiwasallam “tidak dari perbuatan kita merentas walang-walang, menggegerkan suatu daerah kafir, dan kita tidak ada modal dibelanjakan serta tidak ada point yang dicapai kecuali masyarakat Madinah ikut andil sementara mereka ketika berada di Madinah, lalu ada yang bertanya “bagaimana itu bisa terjadi wahai Rasulullah? Beliau menjawab “karena halangan yang menahan mereka untuk ikut andil, namun niat baik mereka telah menjadikan mereka ikut andil”. (Diriwayatkan Muslim di : alimarah, hadis 159)
Begitulah barangkali, niat ini dipandang secara umum, berikutnya bisa lebih dirasakan dalam pendalamannya pada saat suatu amalan itu dilaksanakan, dan untuk tidak dilupakan bahwa niat ini senantiasa harus pada amalan yang baik dan untuk sebuah ketaatan, karena amalan yang bukan untuk ketaatan adalah amalan yang abas (sia-sia), semoga Allah senantiasa menghidayai kita kepada amalan yang baik dalam rangka mencapai ridha-Nya, dan dalam rangka mengimplementasikan niat dan keiklasan.
Sebagai penutup untuk memantapkan nilai niat kita marilah sama-sama merenungkan kembali tiga hal ini:
- amalan dengan niat yang ikhlas tidak perna menuggu balasan yang indrawai, hasil dunianya adalah hikmah dari niat ikhlas itu sendiri.
- penuhi sekitarmu dengan amalan niat yang ikhlas sebagai pancaran dari jiwa.
- untuk mencapai niat yang ikhlas bersihkanlah hatimu terlebih dahulu.
Walahualam bisshawab..
Nomor 27/Edisi VI/Th. I
No comments:
Post a Comment