Angka adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bagaimana tidak, setiap manusia mempunyai 1 kepala, 2 tangan, 2 kaki, dan seterusnya. Namun hakikatnya, tidak sesederhana itu. Orang Mesir kuno pada mulanya tidak mengenal angka, karena mereka lebih memperhatikan lukisan daripada hitungan. Tulisan heroglipnya dipergunakan untuk menggambarkan sesuatu. Misalnya, seorang istri pergi, dilukiskan dengan seorang perempuan sedang berjalan, dan sakit dilukiskan dengan perempuan sedang tidur.
Ketika angka bilangan berkembang lukisanpun berulang. Saat ingin mengatakan saya datang dengan istri-istri saya 3 orang ia melukiskan seorang laki-laki berjalan dengan gaya membungkuk di ikuti 3 perempuan dengan paras jelek. Dan jika sedang berlibur bersama 3 orang kekasihnya, ia melukis laki-laki tidur bersandar pada 3 orang perempuan yang molek dan centil. Akan tetapi, masalah muncul kemudian apabila angka tersebut semakin membengkak, bagaimana seorang pedagang di Alexandaria misalnya memesan 5000 ekor ikan? sedangkan untuk menggambar 5000 ekor ikan tersebut sudah pasti akan mengkonsumsi semua kertas papirus yang ada di seluruh mesir.
Bangsa Irak yang terkenal pemalas memiliki ekspresi lain. Mereka menciptakan hurup bunyi. Misalnya, mereka menggambar 3 ekor ikan dengan menuliskan: "tiga ekor ikan", 1000 ekor ikan dengan "seribu ekor ikan". Menyusul bangsa Romawi memperkenalkan angka-angkanya yang khas dengan garis-garis horizontal: III artinya tiga, V artinya lima dan seterusnya. Namun angka-angka ini tidak luput dari kelemahan. Ia akan terbentur disaat berhadapan dengan proses hitung menghitung. Bagaimana membagi, menambah dan mengali?. Bagaimana menulis 20 orang wanita dengan seratus buah lidi-lidi romawi tadi?. Disini dibutuhkan angka pembantu.
Titik lemah ini ditutup oleh ilmuwan India dengan memperkenalkan telor sebagai indikasi angka nol. Sepuluh ribu orang India meninggal karena kelaparan menuliskan angka 1 dengan empat butir telor dibelakangnya = 10000.
Demikianlah ilustrasi tentang kronologi perkembangan angka berdasarkan masa periodiknya hingga yang kita kenal sekarang ini. Namun yang menarik untuk dikaji dari fenomena angka tersebut adanya penyebutan angka dalam al-Qur’an yang mengandung nilai kemuk’jizatan yang tidak kita dapatkan dalam kitab suci manapun.
Berikut ini penulis akan mengetengahkan beberapa contoh saja yang menggambarkan ketinggian informasi dan ilmu pengetahuan yang terkandung didalam al-Qur’an.
JC. Batler, guru besar di Colleg du France pada tahun 1982 mengemukakan penemuannya bahwa umur bumi ini diperkirakan mencapai 18 milyar tahun. Spektakulerkah ide ilmuwan perancis ini?. Tidak. Penemuan Batler ini ternyata telah dikemukakan oleh al-Quran 14 abad yang lalu.
Contoh pertama dalam al-Quran, Allah SWT berfirman:
«Sesungguhnya satu hari disisi Tuhanmu adalah laksana hitungan seribu tahun menurutmu» (Q.S :Al Hajj : 47).
Firman Allah SWT yang lain:
«Para malaikat dan Jibril naik menghadap Allah dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun» (Q.S :Al Ma'arij : 4).
Allah tidak menyebutkan kalimat «lima puluh ribu tahun menurut perhitunganmu» pada ayat yang kedua karena hari yang dimaksud pada ayat tersebut adalah menurut perhitungan Allah (1 hari = 1000 tahun). Dan hari dengan hitungan inilah yang diyakini sebagai umur bumi, wallahu'alam, dengan perhitungan sebagai berikut :
(50.000 x 30 = 18.250.000) hari (menurut perhitungan Tuhan), sedangkan sehari bagi Tuhan sama dengan 1000 tahun hitungan manusia sebagaimana dalam Q.S :Al Hajj : 47.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa umur bumi semuanya adalah (50.000 x 30 = 18.250.000) hari Tuhan. Jikan angka ini dikalikan 1000 tahun (hari manusia) sama dengan (18.250.000.000) tahun manusia (baca: 18 milyar 250 juta tahun). Subhanallah…! Kalau hal ini menunjukkan suatu indikasi yang benar, maka penyebutan angka di dalam Al Qur'an sungguh merupakan mu'jizat yang sangat luar biasa.
Contoh kedua, Firman Allah yang berbunyi:
«dan mereka tinggal dalam goa mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun» (QS. Al Kahfi: 25).
Apakah rahasia dari kalimat "tiga ratus tahun ditambah sembilan tahun"? kenapa Allah tidak menyebutkan langsung bahwa mereka tinggal di dalam goa selama 309 tahun?. Ternyata dalam konteks ini, Al Qur'an menyingkap rahasia dua penanggalan yang lumrah di pakai oleh umat manusia sekaligus yaitu Hijriyah dan Masehi (baca: Penanggalan Islam dan Penanggalan umum). Jika dihitung dalam penanggalan Masehi, maka Ashabul Kahfi (penghuni goa) berdiam di goa selama 300 tahun, sementara kalau dihitung dalam penanggalan Hijriyah, maka mereka berdiam di sana selama 309 tahun. Masehi lebih dahulu di sebutkan dari Hijriyah karena penanganggalan Masehi lebih tua dari penanggalan Hijriyah. Penjelasannya:
- 300 tahun Masehi = 300 x 365,2422 hari = 109572,66 hari
- 300 tahun Hijriah = 300 x 354,36056 hari =106310,11 hari
Perbedaan jumlah hari keduanya adalah 3262,55 hari. Maka jumlah tahun bagi keduanya adalah sebagai berikut:
@ 3262,55 : 354,36056 = 9,20669 tahun Hijriah (9 tahun)
@ 3262,55 : 365,2422 = 8,93256 tahun Masehi (88,9 atau 9 tahun).
Disini jelas bahwa Allah ingin mengenalkan kepada manusia dua konsep penanggalan dan menyerahkan kepada manusia untuk memilih penanggalan yang menenteramkan jiwa, kendatipun penanggalan Hijriah lebih spesifik milik umat Islam. Rasulullah bersabda : « Janganlah senang meniru orang Yahudi ». Wallahu'aalambishawab….
* Di saring dari Scripsi Licence Penulis tentang "Fenomena Angka di dalam Al Qur'an Dan Indikasinya", Univ. Al Qarawuyin Fak. Usuluddin Tetouan, Juli, Thn. 1999
Nomor 12/Edisi IV/Th.I
3 comments:
Allahu akbar
Allahu akbar
Obat gondok
Obat gondok tanpa operasi
Obat penyakit kelenjar getah bening
Obat benjolna di bagian betis
Post a Comment