Oleh : M. Sabiq Al Hadi
لإن شكرتم لأزيدنكم و لإن كفرتم إن عذابي لشديد
لإن شكرتم لأزيدنكم و لإن كفرتم إن عذابي لشديد
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim: 7).
Kata syukur berasal dari Bahasa Arab dan dalam Al-Quran mempunyai arti “rasa terima kasih kepada Allah” atau “pujian” atas anugerah dan kenikmatan yang diperoleh.
Dalam al-Qur'an maupun hadits banyak sekali perintah atau anjuran kepada kita untuk tidak berhenti bersyukur. Bagaimana tidak, keberadaan kita sekarang adalah karena nikmat Allah. Kalau tidak suka dengan apa yang kita peroleh, maka carilah bumi yang bukan milik Allah. Lalu ke mana lagi kita harus pergi? Jangankan ke bumi yang bukan ciptaan Allah, ke bulan saja belum tentu kita bisa hidup. Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim: 7).
Hakikat syukur adalah menampakkan nikmat dan hakikat kekufuran adalah menyembunyikannya. Menampakkan nikmat berarti menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberinya, juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberinya dengan lidah. Hal ini sesuai dengan firman Allah: “Adapun terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah engkau menyebut-nyebutnya”. (QS Adh-Dhuha: 11). Nabi Muhammad SAW bersabda: “Allah senang melihat bekas (bukti) nikmat-Nya dalam penampilan hamba-Nya”. (HR At-Tarmidzi).
Pada prinsipnya segala bentuk syukur harus ditujukan kepada Allah SWT. Al-Qur'an memerintahkan umat Islam untuk bersyukur setelah menyebutkan beberapa nikmat-Nya: “Maka ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku” (QS Al-Baqarah: 152).
Namun demikian, walaupun syukur harus ditujukan kepada Allah, ini bukan berarti bahwa kita dilarang bersyukur kepada mereka yang menjadi perantara kehadiran nikmat Allah. Al-Quran juga memerintahkan agar mensyukuri Allah dan kedua orang tua (yang menjadi perantara kehadiran kita di muka bumi). Allah menjelaskan: “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu; hanya kepada-Kulah kembalimu".
Meskipun Al-Quran hanya menyebutkan kedua orang tua – selain Allah – yang harus disyukuri, namun juga bukan berarti bahwa selain mereka tidak boleh disyukuri. Nabi bersabda: “Siapa yang tidak mensyukuri manusia, maka dia tidak mensyukuri Allah”. (HR Imam Ahmad).
Adapun uraian Al-Quran tentang syukur mencakup tiga macam:
Kata syukur berasal dari Bahasa Arab dan dalam Al-Quran mempunyai arti “rasa terima kasih kepada Allah” atau “pujian” atas anugerah dan kenikmatan yang diperoleh.
Dalam al-Qur'an maupun hadits banyak sekali perintah atau anjuran kepada kita untuk tidak berhenti bersyukur. Bagaimana tidak, keberadaan kita sekarang adalah karena nikmat Allah. Kalau tidak suka dengan apa yang kita peroleh, maka carilah bumi yang bukan milik Allah. Lalu ke mana lagi kita harus pergi? Jangankan ke bumi yang bukan ciptaan Allah, ke bulan saja belum tentu kita bisa hidup. Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim: 7).
Hakikat syukur adalah menampakkan nikmat dan hakikat kekufuran adalah menyembunyikannya. Menampakkan nikmat berarti menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberinya, juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberinya dengan lidah. Hal ini sesuai dengan firman Allah: “Adapun terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah engkau menyebut-nyebutnya”. (QS Adh-Dhuha: 11). Nabi Muhammad SAW bersabda: “Allah senang melihat bekas (bukti) nikmat-Nya dalam penampilan hamba-Nya”. (HR At-Tarmidzi).
Pada prinsipnya segala bentuk syukur harus ditujukan kepada Allah SWT. Al-Qur'an memerintahkan umat Islam untuk bersyukur setelah menyebutkan beberapa nikmat-Nya: “Maka ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku” (QS Al-Baqarah: 152).
Namun demikian, walaupun syukur harus ditujukan kepada Allah, ini bukan berarti bahwa kita dilarang bersyukur kepada mereka yang menjadi perantara kehadiran nikmat Allah. Al-Quran juga memerintahkan agar mensyukuri Allah dan kedua orang tua (yang menjadi perantara kehadiran kita di muka bumi). Allah menjelaskan: “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu; hanya kepada-Kulah kembalimu".
Meskipun Al-Quran hanya menyebutkan kedua orang tua – selain Allah – yang harus disyukuri, namun juga bukan berarti bahwa selain mereka tidak boleh disyukuri. Nabi bersabda: “Siapa yang tidak mensyukuri manusia, maka dia tidak mensyukuri Allah”. (HR Imam Ahmad).
Adapun uraian Al-Quran tentang syukur mencakup tiga macam:
- Syukur dengan hati, yaitu kepuasan batin atas anugerah dan kenikmatan.
- Syukur dengan lidah, dengan mengakui anugerah serta memuji pemberinya.
- Syukur dengan perbuatan, dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya.
Syukur dengan lidah dan perbuatan adalah cara yang paling gampang dan kasat mata ketika kita memperoleh anugerah atau rezeki yaitu dengan mengucapkan hamdalah, bersedekah dan bernazar serta menggunakan nikmat yang diperoleh sesuai dengan tujuan penciptaan dan penganugerahannya. Lalu, bagaimana dengan syukur hati?
Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang kita peroleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Ilahi. Syukur dengan hati mengantar manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan betapapun kecilnya nikmat yang ia peroleh. Seorang yang bersyukur dengan hatinya saat ditimpa malapetaka atau musibah, bisa jadi dapat memuji Tuhan bukan atas malapetaka itu, tetapi karena terbayang olehnya bahwa yang dialaminya pasti lebih kecil dari kemungkinan lain yang dapat terjadi.
Dari kesadaran tentang makna-makna di atas, seseorang akan tersungkur sujud untuk menyatakan perasaan syukurnya kepada Allah. Sujud syukur adalah perwujudan dari syukur dengan hati, yang dilakukan saat hati dan pikiran menyadari betapa besar nikmat dan karunia yang diberikan oleh Allah.
Kita bersyukur biasanya disebabkan karena beberapa hal mendasar, antara lain: diberi kehidupan, kesehatan dan keselamatan, hidayat Allah, pengampunan-Nya, panca indera dan akal, rezeki, sarana dan prasarana, kemerdekaan. Sukses dalam bekerja, berhasil menggapai cita-cita, terima gaji, nilai bagus, istri melahirkan, naik pangkat, lulus ujian, utang ditangguhkan, dan lain-lain adalah contoh-contoh nikmat yang wajib disyukuri.
Masih banyak lagi nikmat-nikmat Allah – yang manusia tidak sanggup menghitungnya – secara eksplisit disebut oleh Al-Quran. Allah berfirman: “Seandainya kamu (akan) menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya” (QS Ibrahim: 34). Lalu, apakah sekarang kita masih mengingkari segala nikmat-nikmat yang diberikan oleh Allah kepada kita?. Allah berfirman: “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu ingkari?”. (QS Al-Rahman).
Semoga kita menjadi hamba-Nya yang senantiasa dan pandai bersyukur. Amiiin.
Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang kita peroleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Ilahi. Syukur dengan hati mengantar manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan betapapun kecilnya nikmat yang ia peroleh. Seorang yang bersyukur dengan hatinya saat ditimpa malapetaka atau musibah, bisa jadi dapat memuji Tuhan bukan atas malapetaka itu, tetapi karena terbayang olehnya bahwa yang dialaminya pasti lebih kecil dari kemungkinan lain yang dapat terjadi.
Dari kesadaran tentang makna-makna di atas, seseorang akan tersungkur sujud untuk menyatakan perasaan syukurnya kepada Allah. Sujud syukur adalah perwujudan dari syukur dengan hati, yang dilakukan saat hati dan pikiran menyadari betapa besar nikmat dan karunia yang diberikan oleh Allah.
Kita bersyukur biasanya disebabkan karena beberapa hal mendasar, antara lain: diberi kehidupan, kesehatan dan keselamatan, hidayat Allah, pengampunan-Nya, panca indera dan akal, rezeki, sarana dan prasarana, kemerdekaan. Sukses dalam bekerja, berhasil menggapai cita-cita, terima gaji, nilai bagus, istri melahirkan, naik pangkat, lulus ujian, utang ditangguhkan, dan lain-lain adalah contoh-contoh nikmat yang wajib disyukuri.
Masih banyak lagi nikmat-nikmat Allah – yang manusia tidak sanggup menghitungnya – secara eksplisit disebut oleh Al-Quran. Allah berfirman: “Seandainya kamu (akan) menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya” (QS Ibrahim: 34). Lalu, apakah sekarang kita masih mengingkari segala nikmat-nikmat yang diberikan oleh Allah kepada kita?. Allah berfirman: “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu ingkari?”. (QS Al-Rahman).
Semoga kita menjadi hamba-Nya yang senantiasa dan pandai bersyukur. Amiiin.
Nomor 16/Edisi V/Th.I
No comments:
Post a Comment