Friday, May 19, 2006

Pendidikan Manusia Yang Seutuhnya

Oleh : Irwansyah Asa


يأ يّها الذين أمنوا أستجيبواللّه ولرّسول إذادعاكم لمايحييكم واعلمواأنّ الّله يحول بين المرء وقلبه وأنّه إليه تخشرون.

Hai orang- orang yang beriman , penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul, apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepadanyalah kamu akan dikumpulkan. ( Q.S al Anfal 24)

Bagaimanakah Pendidikan manusia itu seutuhnya? Pertanyaan ini sangat lazim dilontarkan oleh para mahasiswa, juga para audiens yang ketika berada didalam ruangan, atau didalam suatu seminar, yang ditujukan kepada para dosen ataupun kepada para nara sumber, mungkin juga pertanyaan ini sudah dilontarkan kepada kita semua, yang mana para penanya mungkin sudah menganggap kita mampu untuk menjawab pernyataan ini. Maka untuk menjawab pertanyaan itu, saya akan menguraikan beberapa argumen tentang masalah seputar pendidikan yang saat ini menuntut agar kita selalu bersiap siaga menghadapi Era- global, yang semakin membawa kita kepada zaman yang serba modren dan canggih.

Secara rasional–filosofis tentang pendidikan yang sudah berkembang semenjak beberapa abad yang lalu, maka sistem pendidikan untuk membentuk manusia yang seutuhnya harus diarahkan kepada dua dimensi, yakni, pertama ;dimensi dialektikal horisontal , dan yang kedua ; dimensi ketundukan vertikal. Pada dimensi pertama pendidikan hendaknya dapat mengembangkan pemahaman tentang kehidupan yang konkret, yakni kehidupan manusia dalam hubunganya dengan alam ataupun lingkungan sosialnya. Dalam dimensi inilah manusia dituntut untuk mampu mengatasi berbagai tantangan dan kendala dunia konkretnya , melalui pengembangan teknologi dan sains. Sedangkan dalam dimensi kedua, yakni ketundukan vertikal, pendidikan sains dan teknologi, selain menjadi alat untuk memanfaatkan, dan melestarikan sumber daya alam juga menjadi jembatan untuk memahami fenomena dan misteri kehidupan dalam mencapai hubungan yang hakiki juga abadi dengan sang khalik . berarti bagaimanapun pesatnya perkembangan sains dan teknologi ia harus disertai dengan pendidikan hati.

Firman Allah dalam Surah al- Anfal ayat 24 diatas menjadi landasan yang sangat kuat, yang intinya ialah Allah mengingatkan kita supaya disamping kita beriman kepada-Nya kita juga harus mampu hidup yang bermakna secara horisontal sekaligus vertikal, itulah manusia yang seutuhnya, dari hasil sistem pendidikan yang kita kehendaki pada saat ini. Didalam diri manusia seutuhnya terdapat kesatuan kualitas iman kepada Allah, Ilmu, dan amal shaleh. Keseluruhan aspek yang tercakup dalam konfigurasi tersebut merupakan dataran bagi pembentukan kerangka ideal manusia seutuhnya yang digapai melalui sistem pendidikan, yakni manusia yang bertakwa kepada Allah , yang cerdas, kereatif, inovatif, trampil, dan jujur, (shiddiq, amanah, istiqomah).

Singkatnya, manusia seutuhnya adalah yang menjadi rahmatan lilàlamin. Yang mempunyai kemampuan cipta, rasa, kan karsa, atau manusia yang kognitif, efektif, dan konatif-psikomotorik pada zamanya. Itulah blue print manusia masa depan yang memiliki zikir, fikir dan amal saleh. Di samping itu ada beberapa causa pertanyaan yang harus mampu kita menjawabnya, yang mana dengan causa inilah nantinya kita akan mentransfer ke dalam proses pendidikan manusia dalam konteks ruang serta waktu. Causa pertanyaan itu adalah ¨ 1. Causa eficiens (bagaimana), 2.Causa formalis (menurut rencana apa), 3. Causa materialis (dengan apa), dan Causa finalis (untuk apa kita di didik).

Kita jawab terlebih duhulu causa eficiens, bagaimanakah kita memperoleh pendikan?, pertanyaan ini sangat mudah untuk kita jawab, yang mana pendidikan itu sebenarya sudah kita dapatkan pertama sekali semenjak ada didalam kandungan ibu kita, hal ini apabila kedua orang tua kita mengerti pokok-pokok ajaran agama Islam yang dibawa oleh baginda Nabi Muhammad s.a.w. Yang ketika itu ia menyerukan kepada para seluruh umatnya melalui sebuah sabda yang intinya ialah; “menuntut ilmu itu semenjak dari ayunan sampai keliang lahat”. Yang kita garis bawahi disini ialah menuntut ilmu semenjak dari ayunan. Sebenarnya kalau kita menterjemahkan kata-kata ayunan disini tentunya masa yang dimaksud adalah (masa didalam rahim seorang ibu) atau didalam kandungan ibu kita. Disinilah seorang ibu harus mampu mendidik seorang bakal anak yang akan meneruskan generasinya, dengan berbagai cara yang sehingga anaknya itu nanti akan menjadi seorang yang benar-benar berakhlak mulia dan menjadi rahmatan lilàlamin.

Salah satu contoh pendidikan dalam fase ini adalah : seorang ibu hendaknya mampu mengajak dan memberitahu selalu isi kandunganya kepada semua hal kebaikan, misalnya pergi beribadah kepada Allah. Disinilah janin yang dikandungnya itu akan merekam semua aktifitas induknya yang selalu mengingatkan juga sekaligus mengajaknya. Di samping itu juga kedua orang tuanya, jangan sekali-kali mengkonsumsi makanan yang haram dan subhat, karna ditakutkan janin ini akan tercipta dari darah daging yang haram dan subhat, na’ujubillahi mindjalik. Hal inilah sebenarnya pendidikan yang pertama sekali harus benar-benar kita perhatikan bersama, karna menyangkut moral dan aqidah seorang anak nantinya.

Yang selanjutnya Causa formalis, menurut rencana apa kita melakukan pendidikan ?. jauh sebenarnya sebelum seseorang melakukan hal ini, ia sudah mempunyai planing yang jitu dan matang sebelumnya, baik bercita-cita atau berangan untuk menggapai masa depan yang cerah serta gemilang. Tapi banyak diantara kita perencanaan itu sudah menjurus kebanyak hal yang kurang positif, misalnya mereka dengan mendapatkan pendidikan hanya semata-mata untuk memperoleh pekerjaan yang layak nantinya, hal itulah yang sebenarnya membuat manusia menjadi dialis, karna ia merasa tinggi dan ditinggikan. Menurut kaca mata Islam sebenarnya tidak demikaian, karna ia banyak memberikan konsep tentang perencanaan yang semestinya benar-benar menjadi cermin bagi kita. Diantara konsep itu ialah; carilah pendidikan (ilmu) itu karena ia merupakan pembeda antara orang-orang yang berpengetahuan dengan orang-orang yang jahl (bodoh) disekelilingmu. Jadi perencanaan kita semestinya ialah, kita harus mampu mengarahkan diri kita dahulu dalam memperoleh pendidikan tersebut, tujuannya untuk dapat membedakan kita dengan orang yang tidak berpendidikan baik dari segi pengetahuan, akhlaq, (hablumminallah juga hablumminas). Singkatnya, kita harus mampu tampil beda didalam kehidupan masyarakat kita.

Yang ketiga Causa materialis, dengan apa kita memperoleh pendidikan tersebut?. Disini baru kita merasa agak kesulitan, karna banyak diantara kita yang hendak mencari ilmu atau pengetahuan yang tinggi, namun terhambat bahkan tidak sedikit yang gagal. Penyebab utamanya ialah karna kekurangan modal sebagai penunjang pendidikan tersebut, sehingga membuat mereka tidak bersemangat dan tidak jarang diantara mereka yang sampai berputusasa. Sebagai flash back kendala seperti diatas sering terjadi, ketika semasa di SMU dahulu saya pribadi merasa bingung hendak kemana sebenarnya setudi dan pendidikan ini akan saya lanjutkan? Karna melihat kondisi dan situasi materi kedua orang tua jauh dari apa yang saya perkirakan, disamping itu juga banyak kendala-kendala lainya yang masih belum terselesaikan.

Disinalah kita harus benar-benar mengerti apa makna dari perkataan orang bijak, “hilangkan dari kehidupanmu rasa keputus asaan, bangun dan sing-singkan lengan bahumu, dekatkan dirimu selalu padanya, bekerjakeraslah untuk mencari sesuatu yang kau inginkan, sebagai pedoman yang nyata bahwa dunia itu tidak hanya selebar daun kelor”. salah satu pesan moral yang dapat kita petik yaitu, sebenarya dalam mencari ilmu atau pendidikan itu kita jangan hanya berpikir akan materi, karna ternyata semangat, berusaha, dan kerja keras itu lebih diutamakan. Disinilah mungkin banyak yang salah persepsi, karna hanya dibayangi persaan was-was dan takut (khasyiah wa khauf) bila tidak mempunyai materi tersebut bagaimana nantinya pendidikan itu akan berhasil, perlu kita ingat masing-masing materi dalam pendidikan itu adalah kebutuhan primer juga, tetapi kita jangan mudah merasa takut dan putus asa karna ketiadaannya, yang perlu adalah usaha, kerja keras, ikhtiar, dan diiringi do,a insya Allah ia akan datang dalam mengiringi apa yang kita maksud dan yang kita tuju.

Yang terakhir ialah Causa Finalis untuk apa kita sebenarnya di didik? Kalau kita menjawab secara simple dan singkat, tantu saja kita di didik untuk mengurangi kebodohan dan menghindari buta hurup di sekeliling atau disekitar kita. Dalam kaca mata Islam hal inilah yang terutama menjadi problematik besar sehingga benar-benar harus menjadi pusat perhatian bersama khususnya kepada para pemimpin bangsa dan negara, karna sangat banyak rakyat jelata yang buta huruf, dan tidak mengerti sedikitpun tentang pokok-pokok ajaran agama Islam. Disamping itu, disinalah kita harus mampu terjun kelapangan sebagai salah satu diantara merekayang terpilih sebagai pendidik, dengan tidak merasa rendah diri dan tidak tinggi hati, karna ilmu yang kita dapatkan atau titel yang diperoleh lebih tinggi dari mereka. mudah-mudahan dengan beberapa jawaban dan causa pernyataan di atas bermanfaat bagi penulis khusunya dan kepada para pembaca secara umumnya. Wallahu’alam bisshawab.
Nomor 28/Edisi VI/Th. I



Friday, May 12, 2006

Lakukan, Dan Capailah Dengan Niat Ikhlas

oleh : M Ali Hanafi

Sebagai orang muslim dalam artian sebenarnya, seyogianya yakin dengan niatnya. Niat adalah pemicu benar tidaknya suatu perbuatan, suci dan bersinya suatu amalan. Dan sangat mendasar sekali, sebagai landasan di setiap amalan, baik amalan dunia atau amalan akhirat.

Niat adalah perbuatan hati yang diselaraskan dengan amalan. Dan suatu amalan akan mencapain tujuan yang dikira jika niatnya telah dipatrikan sejak awal dilancarkan suatu amalan

Menurut Imam Al Ghazali dalam bukunya Ihyaa Ulumuddin niat adalah “sifat egaliter berupa keinginan, yang tumbuh dari hati kemudian diatur oleh kingingan dan kecenderungan kepada hal yang selaras dengan tujuan, baik spontan atau pun yang akan datang”.

Sehingga, masih pada hakikat niat yang diutarakan oleh Imam Al Ghazali, bahwa tidak ada suatu perbuatan yang diinginkan (terpilih) kecuali perbuatan itu akan melingkupi tiga hal, pertama dengan pengetahuan, keinginan dan kekuatan (kemampuan).

Dan silogisnya, tidak ada suatu perbuata yang dilakukan kecuali perbuatan itu sudah diketahui, dan jika keinginan akan suatu pekerjaan tidak ada maka tidak akan ada pula pekerjaannya, maka dari itu dua komponen inilah yang sangat urgen dalam berniat dan ketika kedua komponen niat tadi sudah ada maka komponen ketiga menjadi pelengkap yaitu komponen kekuatan atau kemampuan dalam bekerja.

Keutamaan niat, tentunya tidak terlepas dari dasar-dasar yang sangat autentik, dan harus diimani oleh setiap muslim, dalam AL qur’an Allah berfirman :

ولا تطرد الذين يدعون ربهم بالغداة والعشى يريدون وجهه
“dan janganlah kalian mengusir orang-orang yang berdoa meminta kepada Tuhannya pagi dan petang, karena menginginkan ridaNya”, dan yang dimaksud dengan iradah (keinginan) yang terletak pada kata yuriduna (menginginkan) itulah niat.

Rasulullah sallallahualaihiwasallam bersabda:

إنما الأعمال بالنيات ولكل امرئ ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه
“Sesungguhnya amal perbuatan itu disertai dengan niat, dan setiap manusia memiliki niat, barang siapa berniat hijrah kepada Allah dan rasulNya niscaya hijrahnya itu kepada Allah dan RasuluNya, dan barangsiapa hijrahnya adalah dunia maka dia akan mencapainya, dan barangisapa niatnya adalah perempuan yang akan dinikahinya niscaya dia akan menuju kepada apa yang ditujuan untuk dicapainya”. (Hadis muttafaqun alaihi, diriwayatkan bukhari di bidiil wahyi hadis 1, dan Muslim di al Imarah hadis 155)

Untuk itu dalam berbuat hendaknya landasan niat menjadi hal yang utama apalagi juka sudah mengetahui pekerjaan dan tujuannya, karena jika suatu pekerjaan tanpa niat maka amal itu akan sia-sia, niat adalah milik orang yang sadar akan perbuatannya dan memiliki knowledge akan detail perbuatan itu, meski kedua komponen itu belum bisa mencapai tujuan akhir kecuali dilandasi dengan syarat berniat yaitu tulus dan ikhlas.

Sehingga amat tepat ungkapan umum “lakukanlah suatu perbuatan dengan niat iklas”, disini tersirat betapa kedua sifat ini tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya, dan disini pula, kita bisa melihat betapa suatu perbuatan setelah niat mesti disertai dengan ke iklasan, bak iklas ini adalah filter untuk mengeluarkan sesuatu (baca:amalan) yang murni “saafi lillahita’ala”. Lebih tegas lagi Allah s.w.t berfirman:

وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين
“dan kalian tidak diperintahkan menyembah Allah kecuali dengan tulus ikhlas”. Maksud dari perintah menyembah disini adalah dengan pengetahuan, keinginan dan kemampuan dan diperkaya dengan nilai iklas, sebagai titik tolak dari suatu perbuatan itu sendiri. Iklas lillahita’ala, terlepas dari rasa dunia (baca materi) dan merasuki kepada yang lebih dalam, yaitu ruhi maknawi, dan diatas segalanya, yaitu Al Khaliq, Allah Maha Besar (Allahu Akbar).

Pekerjaan yang baik ada yang dilakukan secara individu dan ada juga yang bersifat team (kelompok), untuk amalan baik yang individualis itu akan diganjar bagi person yang melakukannya dengan niat iklas, dari semua amalan yang akan dan telah dilakukannya itu hal ini sudah sangat benar dan sudah dapat dipahami.

Adapun untuk pekerjaan yang bersifat team akan diganjar kepada semua anggota team, namun disinilah kebesaran Sang pemberi nafas (Allah) kepada makhluknya untuk berkarya sebaik mungkin, dan bagi-Nya tidak ada Rahasiah yang bias tersembunyi. Dalam konteks keislaman, niat orang pada amalan yang bersifat team ternyata bisa tersampaikan kepada semua orang, dengan syarat yang simple, dimana orang yang tidak sempat ikut andil secara langsung pada amalan team itu hendaknya meniatkan secara murni ingin ikut melakukannya, karena dengan itulah maka dia akan dianggap telah ikut dalam amalan tersebut, kita simak hadis Nabi Rasulullah Sallallahualaihiwasallam “tidak dari perbuatan kita merentas walang-walang, menggegerkan suatu daerah kafir, dan kita tidak ada modal dibelanjakan serta tidak ada point yang dicapai kecuali masyarakat Madinah ikut andil sementara mereka ketika berada di Madinah, lalu ada yang bertanya “bagaimana itu bisa terjadi wahai Rasulullah? Beliau menjawab “karena halangan yang menahan mereka untuk ikut andil, namun niat baik mereka telah menjadikan mereka ikut andil”. (Diriwayatkan Muslim di : alimarah, hadis 159)

Begitulah barangkali, niat ini dipandang secara umum, berikutnya bisa lebih dirasakan dalam pendalamannya pada saat suatu amalan itu dilaksanakan, dan untuk tidak dilupakan bahwa niat ini senantiasa harus pada amalan yang baik dan untuk sebuah ketaatan, karena amalan yang bukan untuk ketaatan adalah amalan yang abas (sia-sia), semoga Allah senantiasa menghidayai kita kepada amalan yang baik dalam rangka mencapai ridha-Nya, dan dalam rangka mengimplementasikan niat dan keiklasan.

Sebagai penutup untuk memantapkan nilai niat kita marilah sama-sama merenungkan kembali tiga hal ini:
- amalan dengan niat yang ikhlas tidak perna menuggu balasan yang indrawai, hasil dunianya adalah hikmah dari niat ikhlas itu sendiri.
- penuhi sekitarmu dengan amalan niat yang ikhlas sebagai pancaran dari jiwa.
- untuk mencapai niat yang ikhlas bersihkanlah hatimu terlebih dahulu.
Walahualam bisshawab..
Nomor 27/Edisi VI/Th. I

Do'a


Bila meninggalkan tempat pertemuan bacalah

سبحانك اللهم وبحمدك، اشهد ان لا إله الا انت استغفرك واتوب اليك

Subhaanakallaahumma wabihamdik, Asyhadu allaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaik

Maha suci Engkau Ya Allah dan dengan pujiMu, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Engkau, aku memohon ampun kepada Engkau dan bertaubat kepada Engkau. ( H.R At Turmudzi)

Friday, May 05, 2006

Mukjizat Penciptaan Manusia Dalam Al Qur'an

Oleh : Firmansyah Waruwu


“Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari sari tanah, kemudian kami menjadikannya air mani pada tempat yang kukuh dan terpelihara (rahim) kemudian kami menjadikan air mani itu segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, lalu segumpal daging kami jadikan tulang-tulang, maka kami liputi tulang-tulang itu dengan daging, kemudian kami menjadikannya satu bentuk yang lain. Maha suci Allah sebaik-baik pencipta”[1].

“ Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari air mani yang bercampur”[2].

Proses kejadian manusia berawal dari dalam kandungan selama lebih kurang sembilan bulan. Selama di dalam kandungan kejadian manusia mengalami beberapa proses: Dari setetes air mani. Setelah beberapa lama, menjadi segumpal darah. Allah berfirman di dalam surat Al-Alaq: "Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah"[3]. Kemudian setelah beberapa lama menjadi segumpal daging. Kemudian dari segumpal daging tadi dijadikan tulang-tulang yang dibungkus oleh daging-daging tersebut. Kemudian dijadikanlah bentuk rupa yang sempurna.

Di dalam tafsir Mafatihul Gaib dijelaskan: “kami ciptakan seorang makhluk dalam penciptaan pertama yang akan nantinya menjadi manusia akan tetapi dia kami non aktifkan. Dia memiliki mulut tetapi bisu. Dia memiliki telingga tetapi tuli, memiliki mata tetapi buta”. (Tafsir Fakhrurozi, 85/23).

Di dalam hadits Bukhari Muslim, masa tiap-tiap perubahan adalah 40 hari dan setelah sempurna maka Allah mengutus malaikat untuk menulis empat ketentuan:

1. Menuliskan amal perbuatannya selama hidupnya
2. Menuliskan rizkinya kaya atau miskin
3. Menuliskan nasibnya baik atau buruk
4. Menuliskan ajalnya kapan, dimana dan bagaimana ia mati

Di sini penulis kemukakan juga proses penelitian para ahli yang sejalan dengan Qur`an tentang proses kejadian manusia.

Riset dan penelitian ilmiah kontemporer membuktikan bahwa Al-Quran banyak memiliki tanda-tanda ilmiah (sains). Hal ini diperkuat dengan banyaknya lahir buku-buku yang membahas korelasi antara Al-Quran dan sains modern. Meskipun Al-Quran bukanlah buku sains, namun jika ia sarat dengan sinyal-sinyal sains; hal ini tidak dapat dipungkiri keberadaannya.

Hal ini disinyalir oleh Dr. Dzakir Abdul Karim (2003) bahwa Al-Quran bukanlah buku sains, tetapi ia adalah buku yang memuat tanda-tanda (sains) saja. Di dalamnya terdapat 6.000 ayat lebih dan sekitar 100 ayat lebih berbicara masalah sains tersebut.

Dr. Ahmad Syauqi al-Fanjary (2000) menyatakan bahwa masalah reproduksi (al-tanâsul) dan pertumbuhan embrio (nasy’ah al-janîn) merupakan salah satu rahasia ilmiah yang sangat kompleks. Ia begitu rahasia bagi manusia hingga ditemukannya mikroskop yang canggih, seperti mikroskop elektron yang mampu membesarkan benda hingga mencapai 200.000 kali. Hal ini tidak ada sebelumnya, kecuali pada abad ke-20.

Hal ini juga disinyalir oleh Dr. Zakaria Hamîmiy di dalam bukunya al-‘I`jâz al-`Ilmiy fî al-Qur’ân al-Karîm bahwa hingga mendekati abad ke-19 para ahli embrio (ulamâ` al-‘ajinnah) terbagi dua kubu; kubu pertama kelompok yang menyatakan bahwa manusia telah menjadi makhluk (tercipta) dengan sempurna di dalam sperma dalam bentuk yang hina dan kelompok kedua adalah kelompok yang menyatakan bahwa manusia telah tercipta dengan sempurna di dalam sel telur (ovum) seorang wanita. Beliau kemudian menjelaskan bahwa di saat para ilmuwan itu belum mampu untuk mengetahui kebenaran tersebut, kita melihat bahwa Al-Quran sejak empat belas abad silam telah memastikan hal itu…[4]

Hal tidak diragukan lagi merupakan salah satu mukjizat ilmiah dalam Islam yang dikemas dalam Al-Quran sebagai wahyu pamungkas bagi manusia.

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhamu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”[5].

Menurut Dr. Zagloul Najjar, surat tersebut dinamakan dengan surat "Al-`Alaq” karena di dalamnya terdapat fase penciptaan manusia. Dimana bentuk dan cara makan embrio itu menyerupai lintah (dûdah al-`alaq)[6].

Adalah Dr. Keith L. Moore, seorang ilmuwan Barat kontemporer pertama yang menulis tentang kelebihan Al-Quran yang lebih maju dalam embriologi. Beliau menulis sebuah buku yang berjudul The Developing Human. Buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan diajarkan di berbagai fakultas kedokteran di Amerika, Jepang, Jerman dan seluruh negara-negara di dunia sebagai referensi embriologi.

Dr. Ketih L. Moore sendiri belum memiliki informasi bahwa awal dari jadinya embrio berbentuk seperti segumpal darah (`alaqah). Untuk menguji kebenaran tersebut, beliau melakukan riset fase awal embrio dalam sebuah mikroskop di laboratorium pribadinya. Beliau melakukan komparasi catatannya dengan bentuk segumpal darah tersebut. Setelah itu beliau sangat tercengang ketika melihat kesamaan bentuk antara keduanya. Akhirnya, beliau memperoleh berbagai informasi (pengetahuan) yang belum diketahuinya dari Al-Quran. Terbukti bahwa Al-qur`an telah menceritakan salah satu kemukjizatanya.

Selanjutnya, fase segumpal darah (`alaqah) berlanjut terus dari hari ke-15 sampi hari ke-24 atau ke-25 setelah sempurnanya proses pembuahan. Meskipun begitu kecil, namun para ahli embriologi mengamati proses membanyaknya sel-sel yang begitu cepat dan aktivitasnya dalam membentuk organ-organ tubuh. Mulailah tampak pertumbuhan syaraf dalam pada ujung tubuh bagian belakang embrio, terbentuk (sedikit-demi sedikit ) kepingan-kepingan benih, menjelasnya lipatan kepala; sebagai persiapan perpindahan fase ini (`alaqah kepada fase berikutnya yaitu mudhgah (mulbry stage)).Mulbry stage adalah kata dari bahasa Latin yang artinya embrio (janin) yang berwarna murberi (merah tua keungu-unguan). Karena bentuknya pada fase ini menyerupai biji murberi, karena terdapat berbagai penampakan-penampakan dan lubang-lubang (rongga-rongga) di atasnya.

Realitanya, ungkapan Al-Quran lebih mendalam, karena embrio menyerupai sepotong daging yang dikunyah dengan gigi, sehingga tampaklah tonjolan-tonjolan dan celah (rongga-rongga) dari bekas kunyahan tersebut. Inilah deskripsi yang dekat dengan kebenaran. Lubang-lubang itulah yang nantinya akan menjadi organ-organ tubuh dan anggota-anggotanya.

Di dalam Al-Quran disebutkan bahwa embrio terbagi dua; pertama, sempurna (mukhallaqah) dan kedua tidak sempurna (ghair mukhallaqah). Penafsiran dari ayat tersebut adalah: Secara ilmiah, embrio dalam fase perkembangannya seperti tidak sempurna dalam susunan organ tubuhnya. Sebagian organ (seperti kepala) tampak lebih besar dari tubuhnya dibandingkan dengan organ tubuh yang lain. Lebih penting dari itu, sebagian anggota tubuh embrio tercipta lebih dulu dari yang lainnya, bahkan bagian lain belum terbentuk. Contoh, kepala. Ia terbentuk sebelum sebelum bagian tubuh ujung belum terbentuk, seperti kedua lengan dan kaki. Setelah itu, secara perlahan mulai tampaklah lengan dan kaki tersebut. Tidak diragukan lagi, ini adalah I’jâz `ilmiy (mukjizat sains) yang terdapat di dalam Al-Quran. Karena menurut Dr. Ahmad Syauqiy al-Fanjary, kata `alaqah tidak digunakan kecuali di dalam Al-Quran.

Dari penjelasan singkat di atas dapat ditarik sebuah konklusi bahwa Al-Quran bukan hanya sebagai kitab suci yang membacanya merupakan ibadah, namun ia juga merupakan sebuah kitab yang banyak mengandung tanda-tanda ilmiah. Hal ini semakin membuktikan bahwa Al-Quran itu benar-benar wahyu dari Allah, bukan buatan Muhammad SAW. Fakta ini telah banyak dibuktikan oleh para ilmuwan Barat, seperti Maurice Bucaille, Moris Bokay dan yang lainnya. Dan akhirnya mereka mengakui keagungan agama Islam lalu memeluknya.

Sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah SWT adalah paling sempurna dibandingkan dengan machluk yang lainya, termasuk diantaranya Malaikat, Jin, Iblis, Binatang, dll. Tetapi kita sendiri sebagai manusia tidak tahu atau tidak kenal akan diri kita sendiri sebagai manusia. Untuk itu marilah kita pelajari diri kita ini sebagai manusia, Siapa diri kita ini? Dari mana asalnya? Mau kemana nantinya? Dan yang paling penting adalah bagaimana kita menempuh kehidupan di dunia ini supaya selamat di dunia dan akhirat nanti?.

[1] QS. Al Mu'minun: 12-15
[2] QS. Addahr: 2
[3] QS 96. Al-'Alaq: 2
[4] Dr. Zakaria Hamîmiy, 2002: 92
[5] QS. Al-`Alaq: 1-2
[6] Harian Ahram, 11/10/2004
Nomor 26/Edisi VI/Th. I

Berdzikirlah sebelum tidur


Dari Aisyah, "Sesungguhnya Nabi saw jika akan tidur, beliau merapatkan kedua telapak tangannya kemudian meniupnya, lalu membaca Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas. Sesudah itu beliau mengusap kedua tangannya ke badan, bermula kepala, wajah, lalu bagian depan badan. Demikian itu beliau lakukan 3x" (HR Bukhari).
Dari Abu Mas'ud ra, ia berkata,"Rasulullah saw bersabda, Barangsiapa membaca dua ayat terakhir surat Al-Baqarah pada malam hari, maka hal itu telah mencukupinya." (HR Bukhari)